Rabu 28 Nov 2018 18:13 WIB

Pakar Hukum Soroti Nama Pelapor Dahnil tak Dicantumkan

Polisi enggan menunjukkan nama pelapornya.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Krimsus, Polda Mertojaya, Jakarta, Jumat (23/11/2018).
Foto: Antara/Reno Esnir
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Krimsus, Polda Mertojaya, Jakarta, Jumat (23/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan, kepolisian seharusnya menyebutkan nama pelapor dalam panggilan pemeriksan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang dipanggil, baik sebagai saksi maupun tersangka. Bahkan, menurutnya penyebutan nama pelapor itu wajib.

"Nama pelapor, nomor laporan, dan waktu tanggal bulan dan tahun laporan seharusnya tercantum dalam surat panggilan kalau sudah penyidikan, atau surat undangan kalau masih penyelidikan. Karena dasar undangan atau dasar pemanggilan itu adalah laporan dari pelapor," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (28/11).

Fickar menjelaskan, kejelasan atas informasi laporan itu merupakan wujud pelaksanaan asas kepastian hukum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Karena itu seluruh proses perkara pidana harus transparan dan seluruh aktivitas penegakan hukum harus dengan berita acara," tuturnya.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dipanggil polisi untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan penyelewengan dana acara Apel dan Kemah Kementerian Pemuda dan Olah Raga.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono menuturkan kasus dugaan penyelewengan dana itu berawal dari adanya laporan masyarakat. Tetapi pihak kepolisian enggan mengungkap siapa pelapor tersebut.

"Polisi biasa menerima laporan masyarakat baik pengaduan masyarakat biasa. Itu kami lakukan penyelidikan atau observasi berkaitan dengan laporan itu," Argo Senin (26/11) lalu.

Setelah menyelidik melalui pemeriksaan awal, kata Argo, kepolisian menemukan adanya dugaan korupsi dalam anggaran kegiatan tersebut. Jumlahnya bahkan diperkirakan mencapai Rp 2 milliar yang diduga ada data fiktif dalam laporan keuangan.

"Dari hasil pemeriksaan awal, memang diduga ada anggaran dana sekitar Rp 2 milliar yang tidak dihabiskan penuh. Dan, diduga kurang dari separuhnya ada data fiktif dalam penggunaannya," jelas Argo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement