Selasa 14 Nov 2017 08:00 WIB

Saatnya Angkutan Umum Massal Bangun dari Tidur Panjang

Masyarakat harus diedukasi agar mau beralih ke transportasi umum massal.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menggunakan salah satu transportasi umum massal,  bus Transjakarta.
Foto: Kementerian Perhubungan
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menggunakan salah satu transportasi umum massal, bus Transjakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurai kemacetan ibu kota dan wilayah sekitarnya. Salah satu upaya yang sedang dilakukan adalah memperlancar perpindahan orang secara massif dengan pembangunan infrastruktur angkutan umum massal.

Namun, pembangunan infrastruktur angkutan umum massal yang terus dilakukan tentu harus diimbangi dengan upaya mengajak masyarakat agar mau beralih dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal. Seperti yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur diharapkan bisa membangun peradaban baru dalam transportasi massal.

Upaya untuk mengedukasi masyarakat supaya beralih menggunakan angkutan umum dapat dilakukan dengan terus meningkatkan layanan angkutan umum massal. Jika layanan kereta commuter Jabodetabek optimistis mampu melayani penumpang satu juta per hari, maka layanan angkutan umum massal berbasis jalan tentu juga harus bisa melakukan hal yang sama.

Untuk dapat membuat angkutan umum massal berbasis jalan diminati masyarakat, memudahkan aksesnya dapat menjadi sebuah pertimbangan. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan angkutan umum harus memberikan kemudahan aksesabilitas dan konektivitas terhadap pusat kegiatan masyarakat. Selain itu, menurutnya, angkutan umum juga harus memerhatikan aspek ekonomi dan kemanusiaan. Tak lupa perusahaan angkutan juga harus berbadan hukum.

“Kami ingin menjadikan angkutan bus kembali menjadi angkutan favorit, baik di dalam kota maupun luar kota. Di dalam kota bus tentu saja harus menjadi bagian angkutan massal yang melengkapi MRT, LRT, KRL. Di sisi lain dalam konektivitas antar kota-kota bus menjadi favorit karena bus adalah satu angkutan dari point to point dan ini akan kita lakukan,” ungkap Menhub Budi Karya Sumadi.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono menyebutkan upaya untuk menumbuhkan minat masyarakat agar mau menggunakan angkutan umum massal adalah mendekatkan layanan angkutan umum kepada masyarakat.

“Untuk itu kita pertemukan operator bus dengan pengembangan perumahan,” ungkap Bambang Prihartono seperti dalam siaran pers, Kamis (8/11).

Menurutnya adanya layanan bus yang masuk ke perumahan dapat membuat masyarakat mempunyai pilihan dalam melakukan perjalanan. “Kita tidak bisa mendekatkan jarak, namun kita bisa mendekatkan layanan serta fasilitas transportasi umum massal kepada masyarakat,” tambahnya.

Selain itu, memanfaatkan teknologi informasi dapat menjadi salah satu cara untuk mendekatkan layanan serta fasilitas angkutan umum massal kepada masyarakat. Oleh karena itu, BPTJ menggandeng aplikator sehingga masyarakat dapat memesan kursi di bus melalui aplikasi sebelum mereka melakukan perjalanan. Cara ini dianggap efektif dalam merawat minat masyarakat untuk tetap mau menggunakan angkutan umum massal.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan BPTJ Karlo Manik menyampaikan, hingga saat ini 484 bus dari target 1.000 unit bus telah melayani masyarakat Jabodetabek. Selain itu ada pula angkutan umum massal dengan jenis layanan premium yang menjadi program BPTJ ini. Di antaranya Transjabodetabek Premium (perkotaan), Jabodetabek Residence Connexion (JRC) serta angkutan bandara atau Jabodetabek Airport Connexion (JAC).

photo

Selain peningkatan layanan, pembangunan prasarana juga tak dilupakan. Dalam perjalanannya, pembangunan terminal bus akan mengacu pada konsep pengembangan kawasan berorientasi pada angkutan umum massal. Terminal-terminal bus tipe di Jabodetabek yang kewenangannya dialihkan kepada pemerintah pusat pengembanganyannya akan mengacu pada konsep Transit Oriented Development (TOD).

“Prinsipnya pengembangan kawasan yang berorientasi pada angkutan umum massal atau Transit Oriented Development (TOD) harus memenuhi aspek antara lain aspek angkutan umum, aspek keterhubungan, aspek fasilitas pejalan kaki, aspek fasilitas pesepeda serta aspek peraliham moda,” jelas Bambang.

Tentang bagaimana membuat angkutan umum massal dapat kembali diminati masyarakat tentunya harus dilakukan secara bersama-sama. Sinergi antara pemangku kepentingan menjadi kunci. Terlebih bagi wilayah teraglomerasi seperti Jabodetabek. Sinergi mutlak diperlukan tidak hanya antar pemerintah daerah, namun juga antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

RITJ sebagai Acuan

Dengan kehadiran peraturan presiden (perpres) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) menandai babak baru penanganan transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek. Sasaran yang diharapkan tercapai dari implementasi RITJ secara substansial adalah bagaimana tercipta sistem transportasi perkotaan yang terintegrasi di seluruh Jabodetabek berbasis angkutan umum massal.

Di dalam penjabarannya RITJ telah secara jelas menggambarkan bagaimana sasaran harus tercapai pada akhir implementasi di tahun 2029. Dari sisi pergerakan orang disebutkan bahwa 60 persen pergerakan orang harus menggunakan angkutan umum massal perkotaan.

Sementara itu waktu perjalanan rata-rata menggunakan angkutan umum massal maksimal 1 jam 30 menit dari tempat asal ke tujuan dengan perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal tiga kali. Untuk itu kecepatan rata-rata kendaraan angkutan umum perkotaan pada jam sibuk minimal 30 km per jam.

Dari sisi aksesibilitas juga disebutkan bahwa cakupan layanan angkutan umum perkotaan harus mencapai 80 persen dari panjang jalan. Setiap daereh harus mempunyai jaringan layanan lokal atau pengumpan (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama melalui satu simpul transportasi perkotaan.

Simpul transportasi perkotaan itu sendiri harus memiliki fasilitas pejalan kaki dan fasilitas parkir pindah moda dengan jarak perpindahan antar moda tidak lebih dari 500 meter. Demikian pula akses pejalan kaki ke angkutan umum maksimal 500 meter.

Dengan berbagai kemudahan yang akan ditawarkan, tidak tertutup kemungkinan layanan angkutan umum massal akan dapat menarik minat masyarakat untuk menggunakannya. Sejalan dengan rencana aksi yang telah ditetapkan, upaya untuk mengedukasi masyarakat menggunakan transportasi umum massal mutlak untuk terus dilakukan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement