REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian mengimbau masyarakat agar tetap tenang terkait dibakarnya bendera hitam bertuliskan tauhid oleh oknum Banser dalam perayaan Hari Santri Nasional di Garut, Selasa (23/10) lalu. Polisi mengimbau agar masyarakat tidak sampai turun aksi.
"Polri mengimbau masyarakat Indonesia sabar dan memberikan waktu penyidik untuk melakukan pendalaman. Jadi, jangan ada aksi-aksi," ujar Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Jakarta, Selasa (23/10).
Setyo mengaku belum mendapatkan adanya aksi terkait pembakaran bendera tersebut. Kendati demikian, ia berharap aksi-aksi tersebut tidak sampai terjadi.
Mantan wakil kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri ini juga menegaskan, kepolisian akan mengusut kasus ini dengan profesional. Kepolisian sejauh ini masih mendalami kasus tersebut.
"Nanti ada pendalaman keterangan saksi kemudian pada saat kejadian itu seperti apa, kemudian penyidik akan mencarii motif," ujar Setyo Wasisto.
Sejauh ini, polisi telah memeriksa tiga orang saksi, yakni ketua panitia dan dua pembakar. Dari keterangan tersebut, bendera tersebut dibakar karena dianggap sebagai bendera HTI yang merupakan organisasi terlarang UU.
Pembakaran bendera itu terjadi saat perayaan Hari Santri Nasional di Lapang Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin (22/10). Berdasarkan laporan Polres setempat, pembakaran itu terjadi pada pukul 9.30 WIB.
Pada pukul 14.30 WIB, Peringatan Hari Santri Nasional itu selesai. Namun, video pembakaran tersebut menjadi viral dan menimbulkan pro dan kontra di kalangan warganet. Kepolisian pun segera melakukan beberapa tindakan.
Kepolisian segera berupaya untuk melakukan take down atau mencopot video viral tersebut agar tidak menimbulkan keributan. Kepolisian kemudian melakukan cek tempat kejadian perkara (TKP) dan meminta keterangan dari saksi. Sejumlah ormas di antaranya MUI, PCNU dan Banser memberikan klarifikasi kasus tersebut.