REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris tim pemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto mengomentari polemik kebijakan dana kelurahan. Hasto mengatakan, kebijakan itu merupakan komitmen pemerintah untuk membangun dari pinggiran.
"Kebijakan itu diharapkan dapat menjadi penyeimbang dana desa yang bisa menggerakkan perekonomian dan pembangunan dengan melibatkan rakyat secara langsung," katanya di Jakarta, Senin (22/10).
Menurut Hasto, implementasinya desa, dusun dan kelurahan menjadi pilar perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dia mengatakan, pemerintah telah menyiapkan formulasi bagaimana agar dapat merealisasikan aspirasi tersebut dengan tetap memastikan sesuai aturan dan perundang-undangan.
Hasto mengatakan, dana kelurahan merupakan aspirasi langsung dari Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) akhir Juli 2018 lalu. Kebijakan ini dikeluarkan pemerintah setelah banyak mendengar keluhan dari masyarakat terkait dana di tingkat kelurahan.
Rencananya, dana kelurahan akan dicairkan pemerintah pusat pada 2019 dengan besaran dana mencapai Rp 3 triliun pada APBN 2019. Dana itu rencananya akan menyentuh 8.300 kelurahan secara nasional. Setiap kelurahan akan mendapatkan sekitar 300 hingga 400 juta pertahun bergantun pada perbedaan prosentase kemiskinan kampung kota hingga luas geografisnya.
Belakangan, kebijakan dana kelurahan ini dipertanyakan oposisi mengingat pengeluarannya dilakukan pada tahun politik. Sebagian publik mencurigai itu upaya pemerintah untuk menarik simpati para aparat kelurahan, terutama karena memang menjelang pemilu 2019.
"Kalau kemudian ada yang nyinyir dengan rencana kebijakan itu, menuding ada udang di balik batu, mengkritik sebagai kebijakan politis jelang pilpres, itu sama saja politik asal serang dan asal kritik," kata Hasto.
Dia menilai, mereka yang menjadikan rencana kebijakan dana kelurahan sebagai serangan politik menunjukan bagaimana kualitas kepemimpinannya serta ketidakjelasan keberpihakan politiknya. Dia melanjutkan, rakyat pasti bisa melihat dan menilai, calon pemimpin yang justru menghalang-halangi, mencurigai, menunjukkan sikap tidak senang dengan rencana kebijakan tersebut.