REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mutaqien Desa Dangiang Kecamatan Kayangan, Lombok Utara NTB meratakan tanah bekas bencana untuk dibuat bangunan baru semi permanen. Ini dilakukan setelah menerima bantuan dari pembaca Harian Republika sebesar Rp 250 juta,
Sebelum bencana, pondok pesantren ini memiliki 12 lokal gedung dengan 200 santri yang belajar mulai jenjang pendidikan MI, MTs dan MA. Setelah bencana gempa bumi 7,4 skala richter, ke 12 bangunan runtuh. Tidak ada korban jiwa karena semua santri saat itu sedang belajar di halaman pondok.
Menurut pimpinan ponpes Hidayatul Untaian, Karyawadi sesuai rapat pengurus, diputuskan untuk membangun 9 lokal bangunan semi permanen yang terdiri satu ruang kepala sekolah dan guru serta sisanya untuk santri dari jenjang MI, MTs dan MA.
Sedang untuk asrama belum dibangun.
Mulai Sabtu (20/19), kata Karyawadi, sudah dikerahkan lima orang tukang untuk membuat pondasi. Setelah itu dibuatkan dinding dan atap semuanya dari tripleks atau spandek. "Kalau pakai batu bata dan genteng, kami masih trauma. Untuk rangkanya kami pakai baja ringan," kata nya.
Untuk membiayai bangunan semi permanen tersebut, Karyawadi mengaku baru mengambil separuhnya uang bantuan pembaca Harian Republika. "Sisanya masih kami simpan, mungki untuk membeli peralatan sekolah dan sebagainya. Pondok pesantren kami benar benar hancur, jadi kami mulai dari nol," ujarnya.
Ia pun berharap masih ada bantuan lagi dari pembaca Republika guna menyelesaikan sisa lokal bangunan yg belum berdiri. Menurutnya, dulu ia punya dua lokal bangunan untuk asrama santri putra dan putri.
"Sekarang setelah bencana para santri tidak lagi menginap disini, tapi kami pulangkan. Tentu ini berat buat santri karena ongkosnya mahal," kata dia.
Ia mengaku semenjak kejadian bencana belum ada pihak-pihak yang tergerak membantu pembangunan pondok pesantren. Padahal di wilayah Lombok banyak sekali pondok pesantren yang hancur.