Jumat 12 Oct 2018 18:45 WIB

KPK Jelaskan Kronologi Pemulangan Edy Sindoro ke Indonesia

Edy berstatus tersangka pemberi suap terkait pengurusan perkara di PN Jakarta Pusat.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan saat jumpa pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan saat jumpa pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi pemulangan tersangka Edy Sindoro (ESI) yang merupakan mantan petinggi Lippo Group kembali ke Indonesia. Edy berstatus tersangka pemberi suap terkait pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"KPK ingin menyampaikan terima kasih pada pihak-pihak terkait yang telah membantu proses pengembalian salah satu DPO KPK, yaitu tersangka ESI ke Indonesia untuk proses hukum lebih lanjut," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/10).

Baca Juga

Dalam proses itu, KPK juga dibantu oleh otoritas di Singapura, instansi terkait seperti Polri, Imigrasi dan Kedutaan serta KPK juga mendapat informasi dari masyarakat terkait keberadaan tersangka tersebut. "Penyidik teiah beberapa kali memanggil yang bersangkutan untuk menjalani pemeriksaan. Namun, yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan hingga KPK akhirnya mengeluarkan DPO terhadap yang bersangkutan," ucap Saut.

KPK mengharapkan sikap kooperatif yang telah ditunjukkan dengan menyerahkan diri dapat dilanjutkan hingga selesai menjalani proses hukum terkait perkara yang disangkakan terhadapnya. Lebih lanjut, Saut menyatakan, pada 20 April 2016 KPK menangkap tangan dua orang, yaitu Doddy Aryanto Supeno (DAS) dari pihak swasta dan panitera atau sekretaris pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution di Jakarta. Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

"Mei 2016, KPK dua kali memanggil tersangka ESI untuk diperiksa sebagai saksi. Namun, ESI tidak hadir tanpa keterangan," ucap Saut.

Selanjutnya, pada November 2016 KPK menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka. "November 2016 KPK memanggil ESI untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, ESI tidak hadir tanpa keterangan," ungkap Saut.

Pada November 2017, Eddy Sindoro diduga mencoba melakukan perpanjangan paspor Indonesia di Myanmar. "Dari akhir tahun 2016 hingga 2018, ESI diduga berpindah-pindah di sejumlah negara di antaranya Bangkok, Malaysia, Singapura, dan Myanmar," tutur Saut.

Pada Agustus 2018, KPK meminta untuk penetapan Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap Edy Sindoro. "29 Agustus 2018 ESI dideportasi untuk dipulangkan ke Indonesia. 29 Agustus 2018 ESI tiba di Bandara Soekarno Hatta, lndonesia. Setelah sampai di Bandara, ESI kembali terbang ke Bangkok, Thailand, yang diduga tanpa melalui proses imigrasi," ujar Saut.

Kemudian pada 12 Oktober 2018 pagi hari waktu Singapura, Edy Sindoro menyerahkan diri pada KPK melalui Atase Kepolisian RI di Singapura. "Sekitar pukul 12.20 waktu Singapura, tim membawa ESI ke Indonesia. Sebagai bagian dari proses penyidikan juga dilakukan penangkapan terhadap tersangka sesuai hukum acara yang berlaku," tuturnya.

Edy Sindoro ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016. Ia diduga telah memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait dengan pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Atas perbuatannya tersebut, Edy Sindoro disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement