Senin 08 Oct 2018 00:15 WIB

BNPB Dorong Daerah Buat Peta Potensi Likuifaksi

Pemetaan berguna untuk penataan ruang guna meminimalkan dampak bencana.

Foto udara hilangnya pemukiman warga akibat pencairan (likuifaksi) tanah yang terjadi di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Foto udara hilangnya pemukiman warga akibat pencairan (likuifaksi) tanah yang terjadi di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan pemerintah daerah perlu membuat peta mikrozonasi terkait risiko gempa dan likuifaksi untuk penataan ruang guna meminimalkan dampak bencana.

"Perlu dilakukan pemetaan mikrozonasi gempa dan likuifaksi sehingga sebaran daerah gempa dan likuifaksi dapat dipetakan secara detail," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers mengenai upaya tanggap darurat bencana di Sulawesi Tengah di Kantor BNPB, Jakarta, Ahad (7/10).

Pada 2012, Badan Geologi telah melakukan penelitian tentang likuifaksi di Kota Palu. Hasilnya menunjukkan Palu tergolong wilayah yang berpotensi sangat tinggi mengalami likuifaksi. Namun, permukiman tetap dibangun di area yang berisiko mengalami likuifaksi itu.

"Adanya likuifaksi saat gempa menyebabkan kerusakan bangunan dan korban jiwa di Kota Palu lebih besar dibandingkan dengan daerah lain," kata Sutopo.

photo
Sebuah mobil tertimbun lumpur akibat pencairan (likuifaksi) tanah yang terjadi di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10).

Dia mengatakan peta mikrozonasi terkait risiko gempa dan likuifaksi selanjutnya mesti menjadi pertimbangan dalam penataan ulang ruang kota Palu serta daerah-daerah rawan bencana lain. Sutopo menjelaskan saat likuifaksi terjadi, tanah kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat tekanan. Tanah yang tersusun atas lapisan kerikil, batu apung, dan air ketika diguncang gempa rongga-rongganya menjadi lebih longgar dan kemudian berubah menjadi lumpur.

"Otomatis beban di atasnya menjadi amblas. Rumah-rumah mengalir seolah-olah hanyut yang akhirnya tenggelam. Pasalnya, di sana kedalaman air tanah di bawah 10 meter. Saat gempa di Palu pertama 7,4 Skala Richter, lalu disusul 6 Skala Richter, otomatis tanah menjadi lembek dan menjadi lumpur," ujarnya mengenai likuifaksi yang menyertai gempa yang melanda Palu, Donggala dan Sigi pada 28 September.

Baca juga: Saat Likuifaksi: Jangankan Lari, Merangkak Saja Susah

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement