REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengumumkan uji coba OK-OTrip telah selesai. Uji coba yang telah bergulir selama sembilan bulan dan pada akhirnya selesai itu menandai babak baru dalam pengelolaan transportasi di DKI Jakarta.
“Alhamdulillah hari ini menandai babak baru di dalam pengelolaan transportasi di ibu kota. Masa uji coba telah selesai kini saatnya masa melaksanakan bertahap meluas ke seluruh Jakarta,” ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (1/10).
Uji coba itu diklaim Anies memberikan dampak positif mengenai integrasi transportasi di DKI Jakarta. Selama sembilan bulan, terdapat sebanyak 483 armada yang melayani 33 rute dan perhari. Semuanya telah melayani sekitar 68 ribu penumpang.
Hal itu, katanya, menunjukkan terobosan solusi angkutan umum massal yang dilakukan kemarin berikan hasil yang positif. Kemudian, hasil yang positif itu juga ditandai dengan adanya penambahan pelanggan Transjakarta yang meningkat sebanyak tiga persen.
Pihaknya berujar, walaupun uji coba telah berakhir, program integrasi transportasi massal akan terus dilakukan. Program itu dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman dengan Transjakarta dan operator armada bus kecil dalam menyediakan armada transportasi massal.
Namun, pihaknya akan mengganti brand nama OK-OTrip dengan nama baru. Pihaknya menyebut saat ini tengah mencari nama untuk mengganti brand nama yang lama.
“Insya Allah dalam waktu dekat ini sistem transportasi umum massal terintegrasi akan memiliki brand baru baru. Brand baru ini akan menggambarkan sebuah sistem integrasi antarmoda transportasi,” jelas Anies.
Dia menjelaskan, brand nama OK-OTrip digunakan sebagai eksperimen dalam uji coba saja. Pihaknya menginginkan sebuah nama, namun pihaknya menegaskan belum memiliki nama yang baru.
Anies menyebut memang telah diusulkan beberapa nama. Namun, nama-nama yang diusulkan itu saat ini sedang dipertimbangkan.
“Sebuah nama yang memiliki makna integrasi. Karena seperti Trans Jakarta, orang langsung tahu, ini adalah transportasi Jakarta. Nah ini sedang dalam proses finalisasi."
Dia berharap, nanti semua transportasi termasuk kereta cepat Light Rail Transit (LRT), kereta Mass Rapid Transit (MRT), dan Bus Rapid Transit (BRT), medium bus, micro bus, bisa terintegrasi dalam satu sistem. Oleh sebab itu dia menginginkan nama yang terpilih nanti adalah nama yang mencerminkan transportasi terintegrasi.
Direktur Utama Transjakarta, Budi Kaliwono menjelaskan, pada Agustus jumlah pelanggan Trans Jakarta tercatat sebanyak 18.134.000 pelanggan. Sementara pada September, tercatat ada sebanyak 18.120.000 pelanggan. “Selisih 14 ribu pelanggan secara month to month," kata Budi
Artinya, kenaikan jumlah pelanggan itu tercatat ada sebanyak 3 persen. Namun, dia menekankan, terdapat perbedaan jumlah hari pada Agustus dan September.
Kenaikan jumlah penumpang itu, kata Budi, merupakan hal yang positif. Hal itu menandakan masyarakat sudah mulai menggunakan transportasi umum sebagai angkutan pada saat masyarakat ingin bepergian.
Budi menjelaskan, dalam pengaplikasian program integrasi transportasi yang akan diteruskan ini, pihaknya menekankan tak akan membebankan biaya untuk menaiki angkot. Sehingga, masyarakat hanya membayar untuk menaiki Transjakarta dengan melakukan tapping.
“Jadi silakan masyarakat miliki kartu kita bisa naik angkot gratis, bayarnya saat naik BRT,” jelas Budi.
Plt Dinas Perhubungan dan Trasnportasi DKI Jakarta, Sigit Widjatmoko juga mengiyakan hal itu. Namun dia menegaskan, hal itu dengan syarat, masyarakat harus melakukan tapping kartu OK-Otrip atau kartu integrasi transportasi
“Tapi syaratnya harus punya kartu OK-OTrip,” jelasnya.
Angkutan umum yang menggunakan kartu Ok-Otrip melintas di Kawasan Kampung Melayu, Jakarta, Senin (9/7).
Rangkaian kegagalan uji coba OK-OTrip
Program Ok OTrip telah melalui beberapa kali masa uji coba pada tahun ini. Uji coba pertama diberlakukan 15 Januari hingga 15 April. Karena belum berhasil, kemudian dilakukan perpanjangan uji coba hingga 15 Juli.
Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sandiaga Uno, menilai, ketidakberhasilan uji coba OK OTrip dikarenakan adanya kendala, yakni perbedaan persepsi antara PT Transjakarta dengan operator angkutan umum. Kedua pihak belum menyepakati besaran tarif rupiah per kilometer dan jarak tempuh angkot per hari.
Namun, Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah enggan mengomentari adanya masalah dalam tarif dan jarak tempuh program OK OTrip. Ia meminta awak media menanyakan hal tersebut kepada PT Transjakarta.
Kepala Humas PT Transjakarta Wibowo mengatakan pada dasarnya OK OTrip merupakan program Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh karena itu, penetapan tarif menjadi wewenang Dishubtrans.
Namun dalam suratnya, Dishubtrans hanya memberikan usulan tarif untuk OK OTrip. PT Transjakarta yang berniat ingin membantu program OK OTrip berjalan lancar lalu berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai institusi yang dianggap memiliki kewenangan.
"Yang berhak menetapkan adalah Dishub. Kalau kami ini kan, kami tidak berhak menetapkan, makanya kami melibatkan LKPP gitu," kata Wibowo saat dihubungi Jumat (13/7).
Menurut pria yang akrab disapa Bowo tersebut, tarif yang ditetapkan oleh LKPP sudah melalui serangkaian survei. Selain PT Transjakarta, proses survei itu juga melibatkan Dishubtrans dan operator angkutan umum.
Dalam penghitungan tarif tersebut sudah disertakan semua komponen terkait, misalnya gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP), jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), bahan bakar, biaya perawatan, dan sebagainya. Pertimbangan lain yaitu pertumbuhan ekonomi dan penghasilan masyarakat. Bowo menambahkan, ketetapan itu bisa diubah dengan usulan dari Dishubtrans kepada LKPP.
Ketua Organda Angkutan Darat (Organda) Shafruhan Sinungan berpendapat polemik OK OTrip tak hanya berkaitan dengan penetapan tarif rupiah per kilometer dan jarak tempuh, tetapi juga pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM). Menurut Shafruhan, OK OTrip tak seharusnya hanya menekankan perubahan dalam sistem pembayaran, tetapi juga kualitas layanan. Ia ingin dalam program tersebut ada komitmen bersama untuk melakukan perubahan dan memperbaiki fasilitas dan kualitas layanan secara bertahap.
Apalagi, dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Dalam Trayek disebutkan semua angkutan umum harus memenuhi standar SPM. Dalam Pasal 1 poin c disebutkan ada sembilan tambahan jenis SPM baru untuk angkutan perkotaan.
Dalam hal keselamatan, pintu keluar angkutan kota harus tertutup ketika berjalan, ban tidak boleh vulkanisir, dan beberapa aturan lainnya. Dari sisi kenyamanan, ada tambahan berupa larangan merokok dan kelengkapan AC dengan suhu di ruangan penumpang stabil antara 20-22 derajat celsius. Menurut Shafruhan, hingga sekarang standar itu belum terpenuhi.
Direktur Utama (Dirut) PT Transjakarta Budi Kaliwono mengakui, ada beberapa standar SPM yang masih belum terwujud. Hal itu akan dipenuhi secara bertahap.
Ia mencontohkan, PT Transjakarta sudah menerapkan pengecekan usia kendaraan agar tak melebihi 10 tahun, melakukan pengecekan armada (kir), serta kelengkapan fasilitas. Adapun SPM yang belum dipenuhi, misalnya pintu keluar masuk yang tertutup, CCTV, dan AC.
"Sekarang kita masih toleran pintu masih boleh terbuka tapi mungkin kita cari jalan keluar musti tertutup. Sekarang belum ada CCTV, perlahan kita pasang CCTV," ujar dia.