REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tiga orang karyawan Transjakarta dilaporkan menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh atasannya. Pelaku kekerasan seksual itu dilaporkan berjumlah dua orang, yang juga merupakan karyawan Tranjakarta.
Gubernur Jakarta Pramono Anung mengaku tidak tahu adanya kasus kekerasan seksual di BUMD Jakarta itu. Apabila kasus itu benar adanya, ia meminta manajemen Transjakarta memberikan tindakan tegas kepada pelaku kekerasan seksual tersebut.
"Kalau memang ada pelecehan dan orangnya tahu, saya akan minta untuk ditindak setegas-tegasnya," kata dia di Balai Kota Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Pramono menilai, citra Transjakarta saat ini sudah baik di masyarakat, termasuk terkait keamanan untuk para perempuan. Bahkan, belakangan Transjakarta juga telah menerima 15 perempuan untuk menjadi pramudi.
Tak hanya itu, ia menambahkan, citra baik Transjakarta juga dibangun dengan berbagai pelayanan dan fasilitas yang ada. Karena itu, ia tidak ingin citra baik yang sudah dibangun itu rusak gara-gara kasus kekerasan seksual di lingkungan Transjakarta.
"Kalau kemudian ada orang yang melakukan pelecehan, siapapun itu, kalau itu benar, saya minta ditindak setegas-tegasnya," tegas Pramono.
Diketahui, Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Dirgantara, Digital, dan Transportasi (PUK SPDT FSPMI) PT Transjakarta melakukan aksi di depan Kantor Transjakarta, Cawang, Jakarta Timur, pada Rabu pagi. Salah satu tuntutan dalam aksi itu adalah meminta manajemen memberikan sanksi hukum kepada karyawan yang diduga melakukan kekerasan seksual.
Ketua PUK SPDT FSPMI PT Transjakarta Indra Kurniawan mengatakan, terdapat tiga anggotanya yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dua orang pelaku. Dua pelaku itu disebut adalah salah atasan tiga anggotanya di Transjakarta.
"Ada tiga anggota kami yang dilecehkan oleh dua pelaku, yang mana pelaku ini adalah seorang atasan, atasan atau leader daripada korban anggota kita, selaku bawahannya," kata dia.
Ia menjelaskan, kasus itu telah berjalan sejak Mei 2025. Artinya, sudah sekitar enam bulan kasus itu berjalan. Namun, tidak ada hukuman yang diberikan kepada pelaku sesuai dengan kaidah hukum dalam perjanjian kerja bersama (PKB).
Menurut Indra, pihaknya telah melakukan mediasi dengan manajemen Transjakarta. Namun, tuntutannya tidak dipenuhi oleh manajemen. Ia menilai, manajemen tidak berani memberikan tindakan tegas kepada pelaku, yaitu berupa pemecatan. Bahkan, diduga ada upaya manajemen melindungi pelaku.
"Bahkan terakhir kita, kemarin malam, itu kita diinformasikan pelaku hanya diberikan SP2. Ini tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan," ujar dia.
Kepala Departemen Humas & CSR Transjakarta, Ayu Wardhani, mengatakan pihaknya turut menentang segala bentuk kekerasan seksual di lingkungan kerja. Menurut dia, pihak manajemen juga telah memberikan sanksi kepada karyawan yang diduga melakukan kekerasan seksual.
"Karyawan yang bersangkutan (koordinator lapangan) sudah mendapat sanksi disiplin sesuai peraturan yang berlaku (SP2)," kata dia melalui keterangannya, Rabu.
Ia memastikan, Transjakarta tidak akan memberikan toleransi kepada para pelaku kekerasan seksual. Apalagi, hal itu dilakukan oleh karyawan Transjakarta di lingkungan kerja.
Menurut dia, pihaknya juga telah melakukan kampanye untuk mencegah kekerasan seksual. Kampanye itu dilakukan secara internal maupun eksternal.
Ihwal kelanjutan kasus itu, Ayu mengatakan, pihaknya masih terus mengumpulkan bukti. Apabila terdapat bukti baru, manajemen Transjakarta disebut terbuka untuk membawa kasus itu ke ranah hukum.
"Jika terdapat bukti baru dan ada ketidakpuasan terhadap putusan, manajemen sangat terbuka untuk melakukan proses ulang proses tersebut. Kami juga berkomitmen selalu berada di sisi korban jika kasus ini dibawa ke ranah hukum," ujar dia.
View this post on Instagram