REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sri Puguh Budi Utami mengatakan, dari 1.425 narapidana yang melarikan diri saat terjadi gempa di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, tidak ada satu pun yang merupakan narapidana tindak pidana terorisme (tipidter). Sebab, lima napi tipidter telah dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah.
"Kebetulan sebelum ada kejadian, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) dengan Kepala Lapas (Kalapas) Palu telah mengirimkan mereka yang kasus teroris lima orang itu dikirim ke Nusakambangan," ujar Sri Puguh di Kantor Ditjen PAS, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (1/10).
Sri Puguh menjelaskan, saat sebelum kejadian, narapidana yang berada di dalam lapas dan rutan merupakan narapidana tindak pidana narkotika, korupsi, dan kriminal biasa. Utami menerangkan, beberapa narapidana yang tetap tinggal di Lapas Palu dan Rutan Palu merupakan narapidana tindak pidana korupsi.
"(Narapidana tipidter) dipindah karena untuk pembinaan dan termasuk high risk. Maka ditaruh di Lapas Nusakambangan," katanya.
Sebelumnya, gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah juga berdampak terhadap unit pelaksana teknis (UPT) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS). Hal itu berimbas pada kaburnya warga binaan di beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang ada di sana.
"UPT yang terdampak gempa adalah Lapas Palu, Rutan Palu, Rutan Donggala, Cabang Rutan Parigi, Rutan Poso, Bapas Palu, LPKA Palu, LPP Palu," ujar Direktur Jenderal PAS, Sri Puguh Budi Utami, pada konferensi pers di Kantor Ditjen PAS, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (1/10).
Utami merinci, dari total 3.220 narapidana yang ada di Sulawesi Tengah, berdasarkan data sementara, hanya tersisa 1.795 narapidana yang berada di dalam UPT. Sebanyak 1.425 narapidana sisanya kabur. Dia juga menjelaskan, data akan terus berubah seiring masuknya informasi lebih lanjut.
"Kami masih menunggu informasi dari Donggala karena di sana belum ada narapidana yang kembali dan masih kosong," jelasnya.
Rutan Donggala, kata dia, memiliki kapasitas 108 orang dan diisi 343 narapidana pada saat sebelum kejadian. Hingga hari ini, berdasarkan data yang didapatkan oleh Utami, rutan tersebut kosong dan ia belum mendapatkan info ada berapa narapidana yang kembali.
Lebih lanjut Utami menerangkan, Lapas Palu yang berkapasitas 210 orang diisi oleh 581 orang saat sebelum terjadinya gempa. Pagi hari ini, hanya tersisa 66 narapidana yang ada di dalam lapas tersebut. Di Rutan Palu, dengan kapasitas semestinya 120 orang, diisi oleh 463 orang. Pagi ini, terdata hanya tersisa 53 orang narapidana di dalamnya.
"Kemarin (Ahad) saya hitung 56. Itu tidak kabur. Ada keluarga yang meninggal, sehingga mereka melihat keluarganya," katanya.
Untuk LPP, dengan kapasitas sebenarnya untuk 100 orang, diisi oleh 84 narapidana dengan tiga balita. Untuk hari ini, disebutkan tersisa sembilan orang narapidana saja di dalam. Kemudian untuk LPKA, dengan kapasitas 100 orang, diisi oleh 29 anak dan pagi ini hanya tersisa lima orang anak. "Jadi sekali lagi, yang di Lapas Palu, LPP, dan ada anaknya (LPKA) tiga lapas jadi satu di situ sebelum lapasnya jadi dibangun," tutur Utami.