REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Dian Erika Nugraheny, Febrianto Adi Saputro
Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan mantan narapidana kasus korupsi diizinkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Hal itu setelah MA mengabulkan permohonan atas gugatan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 dan 26 Tahun 2018.
Juru Bicara MA Suhadi membenarkan MA telah memutuskan mengabulkan gugatan uji materi tentang larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg). Menurut MA, dua nomor PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Sudah diputus kemarin (Kamis, 13 September). Permohonannya dikabulkan dan dikembalikan kepada undang-undang (UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017)," ujar Suhadi ketika dihubungi wartawan, Jumat (14/9).
Dengan demikian, aturan tentang pendaftaran caleg dikembalikan sesuai dengan yang ada dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Dalam aturan UU itu, larangan eks koruptor menjadi caleg tidak disebutkan secara eksplisit.
Suhadi kemudian menjelaskan tentang pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan MA. Pertama, MA memandang jika kedua PKPU bertentangan dengan aturan di atasnya, yakni UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Baca Juga: Putusan MA Soal Napi Korup Nyaleg tidak Mengejutkan
"Selain itu, mantan narapidana kasus korupsi boleh mendaftar sebagai caleg asal sesuai ketentuan Undang-Undang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.
Mantan napi koruptor yang mencalonkan diri, Mohammad Taufik, mengaku senang atas putusan MA. Ia meminta KPU segera mencantumkan namanya sebagai bakal caleg. Sebab, politikus Partai Gerindra itu menegaskan, KPU harus melaksanakan putusan MA.
Eks napi koruptor lain, Wa Ode Nurhayati, juga mengaku senang dengan putusan MA. Putusan itu membuatnya kembali bersemangat untuk melengkapi berkas persyaratan untuk maju menjadi caleg. Secara khusus, Wa Ode menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang dinilainya hadir dengan mendorong agar ada kepastian hukum terkait bakal caleg eks koruptor.
“Insya Allah mulai Senin saya urus berkas-berkas kelengkapan sesuai UU Nomor 7, mudah-mudahan masih bisa diakomodasi,” ujarnya.
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, menegaskan, putusan MA yang membolehkan mantan koruptor nyaleg harus segera ditindaklanjuti. Menurut dia, putusan dari MA ini adalah fatwa yang sudah dinantikan oleh semua pihak.
"Kami belum membaca putusannya, tetapi putusan ini harus ditindaklanjuti karena inilah yang ditunggu-tunggu semua pihak," ujar Afif kepada wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9).
Afif juga mengatakan, Bawaslu belum menerima salinan putusan MA. "Kami pun belum melakukan komunikasi dengan KPU setelah ada putusan ini. Sekarang ini baru mau komunikasi," kata dia.
Nantinya Bawaslu akan kembali mempelajari putusan-putusan jajarannya di daerah yang sebelumnya sudah meloloskan mantan narapidana kasus korupsi menjadi bakal caleg. Putusan yang jumlahnya lebih dari 30 itu akan dipelajari satu per satu.
"Bergantung pada kasusnya. Kalau partai yang sudah menarik (gugatannya), misalnya, apakah mungkin berkasnya masuk lagi. Kalau memang yang kemarin belum dieksekusi tinggal dieksekusi berdasarkan putusan ini," ujar dia.
Afif mengimbau masyarakat tidak memaknai putusan ini berdasarkan pihak yang menang dan kalah. Bawaslu meminta masyarakat melihat sudah ada solusi atas polemik eks koruptor yang menjadi caleg.
"Ini adalah ketaatan atas hukum dan aturan. Kalau kemarin kita butuh fatwa MA atas perdebatan itu, maka sering sudah ada putusannya dan kita harus menghormati atas nama hukum dan konstitusi," katanya.