REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jendral partai Demokrat Hinca Pandjaitan membenarkan perihal politik 'dua kaki' yang diterapkan partainya. Dia mengatakan, hal itu dilakukan untuk menyambut pemilihan presiden (Pilpres) 2019 dan pemilihan legislatif (pileg).
"Jadi demokrat betul kaki dua, kanan pilpres dan kiri pileg," kata Hinca Pandjaitan sebelum pertemuan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Jakarta, Rabu (12/9), sembari tertawa.
Terkait pertemuan itu, Hinca mengatakan, merupakan pertemuan kedua tokoh politik yang sempat tertunda. Meski demikian, dia belum memaparkan topik yang akan didiskusikan kedua tokoh politik tersebut.
Dia hanya membenarkan jika pertemuan keduanya akn dilakukan sekira pukul 19.30 WIB. Hinca juga enggan mengungkapkan dengan jelas inisiator dari pertemuan tersebut.
"Dia datang kemari toh, yang jelas ini merupakan kesempatan bagus setelah pertemuan sebelumnya agak lama dan ini bagus untuk keduanya," katanya.
Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mengklarifikasi politik 'dua kaki' partainya. Menurut dia, sikap politik Partai Demokrat bukan berarti satu kaki lainnya mendukung bakal calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi).
"Tidak seperti itu. Tapi memang kami memikirkan dua hal, maka kami bermain dua kaki," kata dia di kediaman Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyoni (SBY), Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (12/9).
Ia menjelaskan, satu kaki Partai Demokrat untuk mengamankan suara pada Pileg 2019. Menurut dia, Partai Demokrat menargetkan 10 persen suara nasional. Sementara itu, kaki yang kedua pada Pilpres 2019.
"Yang kami dukung yaitu Pak Prabowo. Nah dua hal ini menjadi tugas Partai Demokrat untuk memenangkannya," tegas dia.
Ferdinang mengatakan, meski Partai Demokrat mendukung Prabowo, kepentingan partai tidak boleh dibaikan. Karena itu, muncul istilah dispensasi untuk menyusun langkah, narasi, serta literasi kampanye di daerah.
Menurut dia, Jokowi memiliki animo publik yang tinggi di beberapa di daerah, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT). "Kalau caleg kami datang dengan narasi membawa Pak Prabowo tentu caleg yang kami usung tak mendapat tempat di masyarakat, bahkan ditolak," kata dia.
Ia menegaskan, Partai Demokrat tidak ingin kehilangan suara di Papua dan NTT. Namun, ia memastikan, di daerah lain Partai Demokrat akan mengejar defisit suara di daerah yang didispensasi.
"Jadi dispensasi ke daerah itu, kami izinkan mereka tak bernarasi capres di daerah itu. Tapi narasi yang dibangun terkait dengan pileg Partai Demorkat dan calegnya," kata dia.
Ia menegaskan, dispensasi bukan berarti kader Partai Demokrat mendukung Jokowi. Menurut dia, calegnya tidak ada yang akan melakukan itu. Ferdinand mengatakan, Partai Demokrat memahami etika politik. Dispensasi yang diberikan berarti caleg boleh tidak mengkampabyekan capres.
"Cukup kampanyekan Partai Demokrat dan dirimu sebagai caleg supaya tak hadapi resistensi di masyarakat," kata dia.