Senin 03 Sep 2018 18:15 WIB

Seren Taun, Tradisi yang Terus Lestari

Dalam Seren Taun digelar berbagai ritual kaya nilai budaya.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Warga mengikuti prosesi upacara Seren Taun di Kesepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Minggu (28/8). Tradisi adat seren taun yang merupakan warisan budaya kesatuan adat Banten kidul tersebut merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas melimpahnya
Foto: Republika/Prayogi
Warga mengikuti prosesi upacara Seren Taun di Kesepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Minggu (28/8). Tradisi adat seren taun yang merupakan warisan budaya kesatuan adat Banten kidul tersebut merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas melimpahnya

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Ribuan warga memenuhi pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Senin (3/9). Di kediaman Pangeran Djatikusumah, yang didirikan pada 1840 itu, sedang berlangsung puncak tradisi tahunan Seren Taun.

Seren Taun serupa festival. Ada arak-arakan yang terdiri dari empat formasi barisan muda-mudi, ibu-ibu, bapak-bapak, dan rombongan atraksi kesenian yang membawa hasil panen dari empat penjuru Cigugur.

photo
Warga membawa padi sebagai simbol kebersamaan saat perayaan adat Serentaun di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, Kamis (14/9).

Di barisan terdepan, tampak rombongan membawa padi, buah-buahan, dan umbi-umbian yang diikuti oleh seorang pemuda yang membawa payung janur bersusun tiga. Di belakangnya, ada 11 pemudi membawa padi bibit dan dipayungi para jejaka. Jumlah 11 itu sebagai simbol saling mengasihi (welas asih).

Di baris berikutnya, nampak rombongan ibu-ibu yang membawa padi di atas kepala (nyuhun). Di belakang mereka, rombongan bapak-bapak memikul padi dengan rengkong dan pikulan biasa.

photo
Warga mengikuti prosesi upacara Seren Taun di Kesepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Minggu (28/8). (Republika/Prayogi)

Dalam Seren Taun juga digelar berbagai ritual nan kaya nilai budaya. Di antaranya, prosesi Tari Buyung, yang gerakannya menggambarkan penyelarasan manusia dengan alam. Melalui tarian itu, manusia diajak untuk lebih dekat dengan alam dan mencintainya sebagai sahabat yang harus terus berjalan bersama.

Ketua Yayasan Tri Mulya Tri Wikarma yang juga Ketua Pelaksana acara Seren Taun Masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur, Dewi Kanti mengatakan, masyarakat adat sunda Cigugur bertekad terus melestarikan dan melakukan upaya perlindungan terhadap hukum-hukum adat warisan dari para leluhurnya.

"Seperti filosofi Prabu Niskala Wastu Kancana, yang menyebutkan, pakena gawe rahayu pikeun heubeul jaya dina buana, berbuat baiklah agar lama jaya di dunia. Kebaikan sosial yang berdampak bagi masyarakat banyak itulah yang diajarkan dalam tradisi Seren Taun,’’ kata Dewi.

photo
Warga mengikuti prosesi upacara Seren Taun di Kesepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Ahad (28/8). Tradisi adat seren taun yang merupakan warisan budaya kesatuan adat Banten kidul tersebut merupakan bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas melimpahnya ha

Seren Taun rutin diadakan setiap 22 Rayagung, yang merupakan bulan terakhir kalender Sunda. Tradisi itu sudah berlangung ratusan tahun sejak Kerajaan Pajajaran hingga saat ini.

Sementara itu, Bupati Kuningan, Acep Purnama mengungkapkan, tak hanya sebagai aset di bidang kepariwisataan, Seren Taun juga memiliki nilai tinggi bagi Kabupaten Kuningan yang sangat kaya warisan kebudayaan. ‘’Tan Hana Nguni Tan Hana Mangke, kalau tak ada masa lalu, tak ada masa sekaarang,’’ tutur Acep.

Acep menambahkan, Kecamatan Cigugur merupakan miniatur dari Indonesia. Di daerah tersebut tinggal beragam etnis suku dan agama secara damai dan berdampingan.

photo
Warga mengikuti prosesi upacara Seren Taun di Kesepuhan Cisungsang, Lebak, Banten, Minggu (28/8). (Republika/Prayogi)

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, menyampaikan apresiasinya kepada masyarakat Sunda Wiwitan dan keluarga Sunda secara keseluruhan. Pasalnya, mereka dapat terus melestarikan budaya sekaligus menjaga persatuan dan kesatuan. Moeldoko pun menilai, tema Seren Taun ‘Memperkokoh Adat Untuk Memperkuat Karakter Bangsa’, sangat kontekstual di tengah masyarakat. Tema itupun sesuai dengan nilai Pancasila.

‘’Kita jangan lagi bicara minoritas dan mayoritas. Sepanjang masih bicara minoritas dan mayoritas, bangsa ini tak akan pernah selesai dalam membangun kebangsaannya,’’ tutur Moeldoko.

Sementara itu, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko menyatakan, dunia pertanian memang tak bisa lepas dari kultur setempat. Namun, dia pun mengingatkan bahwa tenologi terus berkembang dari waktu ke waktu. ‘’Karena itu, kita bangun pertanian dengan membudayakan teknologi,’’ tegas Moeldoko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement