Jumat 31 Aug 2018 14:08 WIB

Pelapor: Putusan Bawaslu Soal Dugaan Mahar Sandiaga Prematur

Bawaslu menilai dugaan mahar Sandiaga tidak terbukti.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Andri Saubani
Bakal Calon Wakil Presiden Republik Indonesia, Sandiaga Uno
Foto: Republika
Bakal Calon Wakil Presiden Republik Indonesia, Sandiaga Uno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Indonesia Bersatu (Fiber) M Zakir Rasyidin menilai putusan Badan Pengawas Pemilihan Umun (Bawaslu) yang tidak menemukan bukti dalam dugaan mahar politik Sandiaga Uno sangat prematur. Menurut dia, Bawaslu mengambil keputusan terlalu dini dan terburu-buru.

"Bagaimana mungkin lembaga sekelas Bawaslu memutuskan laporan Fiber tidak terbukti? Sementara terlapor belum ada satu pun yang diperiksa," kata Zakir dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (31/8).

Ia sendiri sangat meragukan objektifitas putusan Bawaslu. Pasalnya, saksi kunci dalam kasus mahar politik, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief, sama sekali belum dimintai keterangan.

Padahal, kata dia, untuk mendapat keterangan yang bersangkutan sangatlah mudah. "Namun semua berpulang kepada Bawaslu, serius atau tidak mengungkap praktik mahar politik Rp 1 triliun tersebut," ujar dia.

Menurut Zakir, keputusan Bawaslu belum tentu dapat mengakhiri polemik isu mahar Rp 1 triliun yang diduga melibatkan bakal calon wakil presiden (cawapres) Sandiaga Uno, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pasalnya, hingga saat ini Fiber sebagai pelapor tidak mengerti pertimbangan Bawaslu untuk mengakhiri pengusutan dugaan mahar Rp 1 triliun tersebut.

Karena itu, ia melanjutkan, saat ini Fiber sedang mengkaji putusan Bawaslu. "Apa yang menjadi alasanya, jika putusan tersebut berpotensi ada celah hukumnya, maka tentu kita akan melakukan upaya hukum lebih lanjut," tegasnya.

Sebelumnya, pada 14 Agustus 2018 Bawaslu menerima laporan Wakil Ketua Umum Fiber Frits Bramy Daniel terkait dugaan pelanggaran pemberian imbalan kepada PAN dan PKS atas dugaan pelanggaran pemberian imbalan pada pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019. Berdasarkan Ketentuan Pasal 454 ayat (3) UU Pemilu Bawaslu menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan pemeriksaan berkas laporan terkait dengan  keterpenuhan syarat formil dan materil.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, dari hasil kajian awal menyatakan laporan pelapor memenuhi syarat formil dan materil. Karena itu, dilakukan registrasi dengan laporan nomor 01/LP/PP/RI/00.00/VIII/2018 pada tanggal 16 Agustus 2018.

"Sesuai dengan tata cara dan mekanisme penanganan pelanggaran, setelah dilakukan registrasi, Bawaslu melakukan pemeriksaan dengan mengundang terlapor dan saksi-saksi untuk dilakukan klarifikasi untuk mendengarkan keterangan terhadap peristiwa yang dilaporkan," kata dia, Jumat (31/8).

Ia menjelaskan, dari tiga saksi yang diajukan oleh pelapor, satu saksi atas nama Andi Arief tidak dapat didengarkan keterangannya karena tidak memenuhi undangan yang telah disampaikan oleh bawaslu sebanyak dua kali. Sebagaimana ketentuan Pasal 24 ayat (5) dan ayat (6) Perbawaslu Nomor 7 tahun 2018 Tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, ketidakhadiran Andi Arief memenuhi undangan Bawaslu, menjadikan laporan yang dilaporkan tidak mendapatkan kejelasan terjadinya peristiwa pemberian uang kepada partai PKS dan PAN.

Menurut dia, Andi Arief adalah satu-satunya sumber informasi dari pelapor maupun saksi. Alasannya, yang menyatakan bahwa peristiwa yang diceritakan bukanlah peristiwa yang dilihat langsung, melainkan hanya melalui akun Twitter @AndiArief.

Karena itu, Bawaslu memutuskan para saksi tidak melihat, mendengar, atau mengalami secara langsung peristiwa yang dilaporkan oleh pelapor, melainkan mendengar dari keterangan pihak lain, sehingga tidak memiliki kekuatan dalam pembuktian. Ihwal bukti-bukti seperti kliping, screenshot, dan video yang disampaikan oleh pelapor kepada Bawaslu merupakan bukti-bukti yang memerlukan keterangan tambahan yang membenarkan bukti tersebut, sehingga bukti-bukti tersebut patut untuk dikesampingkan.

"Laporan yang menyatakan diduga telah terjadi pemberian imbalan berupa uang oleh Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS pada proses pencalonan presiden dan wakil presiden tidak dapat dibuktikan secara hukum," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement