Senin 27 Aug 2018 17:29 WIB

PDIP Apresiasi Polri Atasi Gerakan #2019GantiPresiden

Demokrat membandingkan kebijakan Polri di era Jokowi dengan SBY.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Muhammad Hafil
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menilai, tindakan aparat kepolisian sudah tepat dalam menindak deklarasi gerakan #2019GantiPresiden. Menurut dia, tindakan aparat kepolisian merupakan upaya untuk menjaga ketertiban masyarakat.

"Sangat tepat, kami nilai itu suatu hal yang tepat. Toh, dialog juga kita lakukan," kata dia di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/8).

Ia menegaskan, tindakan itu merupakan cerminan bahwa pemerintah memiliki referensi yang baik dalam menjaga keutuhan bangsa. Bukan sebaliknya dinilai sebagai tindakan otoriter.

Menurut dia, gerakan #2019GantiPresiden nyatanya memiliki upaya untuk mengganti presiden. "Padahal kedaulatan di tangan rakyat, yang menentukan siapa diganti itu setelah lima tahun," ujar dia.

Ia menjelaskan, pergantian presiden periode sebelumnya dilakukan dengan ditandai sumpah jabatan. Presiden Joko Widodo (Jokowi), lanjut dia, memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan jabatannya sesuai periode.

Karena itu, lanjut dia, tidak kata vakum bagi Presiden. Menurut dia, #2019GantiPresiden merupakan upaya untuk memvakumkan presiden.

"Mari kita hadirkan kampanye sebagai upaya menyampaikan gagasan kreatif, bukan sebagai gerakan-gerakan apalagi disinyalir itu ditunggangi oleh kelompok-kelompok tertentu," kata dia.

Baca juga: Relawan Galang Kemajuan Jokowi Dideklarasikan di Sukabumi

Baca juga: Ribuan Santri Deklarasi Dukung Jokowi-Ma'ruf Amin di Bekasi

Ia menambahkan, jika ingin mendukung salah satu bakal calon presiden dan wakil presiden, dapat dilakukan dengan terbuka. Namun, tidak dengan upaya ganti presiden.

"Mendukung calon itu silakan, itu ekspresi yang diatur dalam aturan main untuk menyampaikan dukungan," kata dia.

Sebelumnya, aksi-aksi pelarangan dan penolakan terhadap gerakan #2019GantiPresiden terus terjadi. Di antaranya aktivis gerakan ganti presiden, Neno Warisman, diadang dan ditolak saat akan menghadiri deklarasi gerakan di Riau. Kemudian di Surabaya, terjadi pengepungan terhadap Ahmad Dhani dengan cara represif.

Politikus Partai Demokrat yang juga Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik angkat bicara soal rentetan kejadian itu. Melalui akun Twitter-nya, Rachland menyatakan bahwa Neno Warisman berhak berpendapat dan mengekspresikannya dengan bebas, sama seperti para pendukung Jokowi yang menyuarakan Jokowi dua periode. Dia pun membandingkan dengan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama dua periode.

"Mereka bilang 2019 ganti presiden kampanye kepagian. Bahkan, dituding 'makar', mau jatuhkan presiden yang sah. Dulu mereka bikin gerakan 'Cabut Mandat SBY'. Aksi massa dan mimbar bebas di mana-mana, tapi SBY tak suruh polisi bubarkan. Pendukung SBY tak main hakim sendiri. Beda," tulis Rachland, Senin (27/8).

Kemudian, Rachland juga mengatakan ada yang bilang bahwa langkah berlebihan melarang diskusi dan aksi 2019 ganti presiden bukan gaya Presiden Joko Widodo. Namun, dia tetap merasa getir karena Presiden Joko Widodo tidak pernah sekali pun mengecam atau melarang langkah penolakan terhadap gerakan 2019 ganti presiden yang dilakukan secara berlebihan.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, penolakan terhadap deklarasi #2019GantiPresiden di sejumlah tempat karena saat ini belum memasuki masa kampanye. Karena adanya penolakan itu, Polri tidak memberikan izin terhadap acara deklarasi #2019GantiPresiden.

"Sebagian besar masyarakat menolak karena belum masuk masa kampanye. Mereka juga keluarkan suara bahwa pilpres harus diisi dengan kampanye adu cerdas program. Bukan membuat tagar yang bisa menyinggung yang lain dan potensi konflik," ujar Setyo melalui pesan tertulis, Ahad (26/8).

Baca juga: Soal Aksi #2019GantiPresiden, Pakar: Polri Jangan Berasumsi

Tingginya gelombang penolakan itu, kata Setyo, pun menjadi landasan kepolisian untuk lantas tidak melanjutkan memberi izin pada deklarasi tersebut. Pasalnya, dikhawatirkan kericuhan dapat pecah.

"Banyak gelombang penolakan deklarasi tersebut yang dapat akibatkan konflik yang merupakan gangguan terhadap ketertiban umum," kata Setyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement