Ahad 26 Aug 2018 17:49 WIB

Hangatnya Bisnis Kopi di Kabupaten Bandung

Bisnis kopi di Kabupaten Bandung kian menjamur dan ketat.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Yudha Manggala P Putra
Secangkir kopi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Secangkir kopi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Booming, hangat, dan menjamur. Tiga kata yang menggambarkan tren bisnis Kopi di Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung. Orang-orang saat ini banyak melirik bisnis kopi dan terjun langsung mengelola dan menjalankannya. Banyak yang menjual kopi berbentuk ceri, roast bean (dipanggang) dan termasuk mengelola kedai kopi.

Persaingan ketat mulai terlihat dalam bisnis minuman yang digemari oleh semua kalangan. Yuli Hidayat (32) dan Aang Kusmawan (33) adalah dua warga Kabupaten Bandung yang perlahan mencoba keberuntungan dengan berbisnis kopi.

Yuli menggarap kopi di Gunung Puntang dengan mengusung Kopi Dedegler yang memiliki kekhasan. Sementara Aang menggarap Kopi di Gunung Wayang dengan mengusung Kopi Rasamala. Mereka mendapatkan ceri kopi dari petani dan kemudian menjual kopi berbentuk roast bean.

Di tengah ramainya pembicaraan dan persaingan seputar kopi, Yuli masih memiliki kendala yaitu bahan baku kopi yang tidak selalu ada. Sebab, panen kopi setahun sekali dan ditunjang oleh faktor cuaca. Meski memiliki lahan kopi sendiri seluas 3 hektare, ia kadang terpaksa membeli kopi ke petani lain.

"Kalau cuaca baik, panen banyak 1 ton ceri dan kalau buruk panen sedikit, 2 kuintal. Sedangkan kebutuhan pasar untuk Kopi Jawa Barat membludak. Kalau stok habis, biasanya suka ambil dari petani lain," ujarnya kepada Republika saat ditemui di rumahnya di Dayeuhkolot Kabupaten Bandung, Ahad (26/8).

Di tengah kendala tersebut, ia menuturkan, banyak orang beralih profesi menjadi pelaku usaha kopi karena booming. Hal tersebut menyebabkan persaingan semakin ketat. Meski begitu, dengan keterbatasan yang dihadapi, bisnis kopi yang dijalankan terus berkembang.

"Alhamdulillah lancar, (Kopi Dedegler) mulai masuk ke cafe di Jakarta dan sudah ada reseller. Kami menjual kopi roast bean yang sudah di-roasting atau dipanggang," ungkapnya.

Perempuan yang aktif dalam berbagai kegiatan sosial tersebut mengaku sejak berbisnis kopi dua tahun lalu hingga saat ini baru menjual sekitar 15-20 kg kopi roast bean. Selain itu, dirinya belum melihat monopoli dalam bisnis kopi. "Dari satu ton buah ceri yang diproses, kami dapat 1 1/2 kuintal green bean. Kami hanya dapat 15 persennya saja sedangkan 85 persennya terbuang," ungkapnya.

Perempuan yang juga jurnalis di media cetak di Kota Bandung ini menambahkan, alasan lain dirinya berbisnis kopi yaitu ingin agar masyarakat menanam kopi di hulu Sungai Citarum. Dampaknya ke depan, selain memasyarakatkan kopi, banjir yang selama ini terjadi di wilayah Dayeuhkolot bisa berkurang karena perbaikan hulu sungai.

"Dayeuhkolot itu dikenal sebagai kota banjir. Kalau kopi lebih memasyarakat maka banyak orang yg akan menanam kopi di hulu, sehingga gunung tidak akan longsor karena ditanami pohon kopi," ungkapnya.

Hal senada disampaikan oleh Aang Kusmawan (33), pelaku usaha kopi yang juga guru honorer di salah satu Madrasah Aliyah (MA) di Kertasari, Kabupaten Bandung dan pegiat sosial di Perkumpulan Inisiatif, Bandung. Ia mengaku bisnis kopi yang dijalankannya relatif berjalan pelan.

Sebab, usaha yang dilakoninya bersama guru honorer lainnya tergantung kondisi musim dan cuaca. "Sekarang suplai kopi lagi menurun karena di luar musim, panen kopi mulai masif bulan Mei-Juli," ungkapnya.

Meski begitu, stok kopi yang hendak dijualnya relatif masih ada dan. Justru, katanya masalah yang dihadapinya saat ini adalah penjualan yang berjalan masih minim. Apalagi saat ini persaingan ketat antara sesama pebisnis kopi.

"Lalu lintas penjualan kopi bukan di kebun seperti ke kedai kopi dan online terus berlangsung tapi volumenya turun dari biasanya," ungkapnya. Katanya, saat ini, banyak penjual kopi sementara konsumen kopi tidak bertambah.

Dirinya mengungkapkan, salah satu kendala yang dihadapinya juga adalah menyangkut modal. Kondisi tersebut membuat aktivitas penjualan kopi Rasamala berjalan pelan.

Salah seorang Petani Kopi asal Margamulya, Kabupaten Bandung, Aleh mengungkapkan kopi miliknya sudah dipasarkan ke luar negeri namun dengan skala kecil. Sebab, pihaknya belum bisa mengirimkan dengan skala besar dikarenakan keterbatasan dana.

Ia menuturkan, biasa menjual kopi dengan skala besar ke luar negeri melalui pedagang yang berada di Medan. "Mereka (pedagang) di medan yang mengekspor ke luar negeri," ungkapnya.

Ia menuturkan, sejak 2001 pihaknya konsisten untuk menggeluti usaha kopi hingga saat ini. Hingga akhirnya sempat menghidangkan kopi untuk Presiden Joko Widodo dan para menteri kabinet kerja beberapa waktu lalu.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Tisna Umaran menambahkan, pihaknya terus berusaha melibatkan pelaku usaha kopi yang masih merintis bisnis dalam berbagai kegiatan festival kopi agar dikenal pasar. Tidak hanya itu, berbagai bantuan diberikan kepada mereka.

"Petani kopi dan pelaku usaha kopi harus diberikan kesempatan pasar dengan cara diberi bantuan dan dipromosikan," ungkapnya. Dirinya menuturkan, para petani kopi tiap tahun terus bertambah. Hal itu menunjukan bisnis kopi menjanjikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement