Jumat 24 Aug 2018 21:45 WIB

Insan Pariwisata Lombok Berharap Musibah Segera Berlalu

Biasanya, periode Agustus menuju akhir tahun, merupakan masa-masa panen rezeki.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Andi Nur Aminah
Kuda melintas di depan restoran yang tutup di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB, Kamis (9/8).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Kuda melintas di depan restoran yang tutup di Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB, Kamis (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Abdul Aziz berharap musibah gempa bumi yang melanda Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) segera berakhir. Pria berusia 39 tahun itu mengatakan dampak yang ditimbulkan akibat gempa sangat besar, baik dari segi korban jiwa maupun kerusakan infrastruktur.

Aziz yang sehari-hari bekerja sebagai pramuwisata atau guide merasakan betul dampak dari bencana ini membuat industri pariwisata Lombok terjun bebas ke titik terendah. Biasanya, periode Agustus menuju akhir tahun, merupakan masa-masa di mana ia panen rezeki. Pada masa tersebut adalah musim puncak kunjungan wisatawan ke Pulau Seribu Masjid.

photo
Wisatawan asing mengendarai sepeda di kawasan wisata Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8). Pascagempa yang melanda daerah Lombok Utara, sebagian wisatawan asing memilih tetap tinggal di kawasan wisata Gili Trawangan.

Namun, khusus tahun ini, hal tersebut tak lagi berlaku. Eksodus besar-besaran para turis membuat para pelaku usaha wisata pun gigit jari. "Saat ini ya hampir semua teman-teman (yang usaha) di sektor pariwisata merasakan. Otomatis terkena dampak luar biasa," ujar Aziz kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Jumat (24/8).

Aziz mengaku cukup beruntung lantaran tempat tinggalnya di Mataram, tidak menjadi wilayah dengan dampak parah. Berbeda dengan rekan-rekannya sesama pramuwisata yang tinggal di Lombok Utara, Lombok Barat, maupun Lombok Timur. "Magnet wisata kita masih Gili Trawangan, makanya dampak dari kejadian kemarin terasa sekali," lanjutnya.

Dalam sebulan, kata dia, selalu melayani tamu pada akhir pekan. Bayaran yang ia dapat bervariasi, mulai dari Rp 250 untuk kategori rombongan bus, atau Rp 100 ribu untuk turis yang couple. Sejatinya, ia telah memiliki jadwal pemesanan dari tamu hingga Oktober mendatang. Namun, untuk Agustus dan September, para tamu membatalkan pemesanan. Sementara untuk Oktober, dia memperkirakan para tamu masih wait and see kondisi Lombok.

photo
Sejumlah warga asing membersihkan puing-puing atap restorannya yang runtuh pasca gempa bumi di kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8). Sejumlah fasilitas publik untuk wisatawan seperti restoran, hotel, jeti pelabuhan dan jaringan listrik rusak terdampak akibat gempa.

"Kemarin sebenarnya sudah ada angin segar, sempat sedikit normal karena gempa sudah mereda. Tapi lalu ada gempa lagi pada 19 Agustus, sayang harapan untuk itu langsung hilang," kata dia.

Ia juga mengaku kurang sependapat dengan desakan status bencana Lombok menjadi bencana nasional. Dia khawatir dengan status bencana nasional itu akan semakin membuat khawatir warga dari negara lain berkunjung ke Lombok. Menurut dia, yang terpenting ialah penanganan dari pemerintah pusat maupun daerah dalam memulihkan kembali kondisi Lombok.

"Karena harus diketahui tidak semuanya terdampak, wilayah selatan (Pantai Kuta, KEK Mandalika) itu tidak (terdampak) karena tidak begitu signifkkan dampaknya, terutama untuk bangunan hotel masih bisa dimanfaatkan," lanjutnya. Dia mengatakan, insan pariwisata di Lombok, selain membantu korban terdampak gempa dengan menyalurkan bantuan, juga akan kembali bersama-sama membangun citra pariwisata Lombok ke depan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement