REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dua ibu korban gempa di Dusun Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sempat adu mulut gara-gara memperebutkan satu terpal sumbangan untuk tenda darurat di depan rumahnya. Seorang warga Desa Senaru, Nur Saad mengatakan dua ibu itu adu mulut ketika menemukan satu terpal di sela-sela sumbangan pakaian bekas dan sembako.
Mereka beradu mulut cukup lama. "Ini milik saya buat tenda, ibu yang satu lagi keras juga. Lama mereka adu mulutnya," katanya, Kamis (23/8).
Dirinya sempat malu juga. Kedua ibu itu adu mulut di depan penyumbang hingga akhirnya berdamai.
"Ibu yang tidak menerima tetap tidak terima gagal dapat terpal," katanya.
Warga yang terdampak gempa di Pulau Lombok kesulitan mendapatkan terpal untuk membuat tenda darurat. Harga terpal melambung sampai Rp 1 juta dari biasanya Rp 450 ribu per lembar.
"Kita sudah cari-cari dimana, sampai ke Pasar Cakranegara Mataram sejak gempa besar pada 5 Agustus 2018, sampai sekarang tidak dapat juga," kata Nur Saad yang namanya terkenal di kalangan pendaki Gunung Rinjani.
Warga membutuhkan terpal berukuran 6 x 7 meter untuk membangun tenda yang mampu menampung sampai delapan orang. Bantuan tenda dari pemerintah masih terbatas.
"Bantuan dari pemerintah untuk terpal belum ada juga, jadi kita harus mencari. Tapi sulit sekali dan harganya melambung," katanya.
Sebagian warga memanfaatkan sisa terpal dari kegiatan pertanian atau kandang hewan ternak yang sudah rusak untuk membuat tenda yang diharapkan bisa melindungi mereka dari dingin kabut malam. Bukan terpal saja, harga jeriken untuk air juga melonjak tinggi dari semula Rp 35 ribu menjadi Rp 55 ribu per unit.
"Itu pun jadi barang langka juga," kata Nur Saad.
Aminah, warga Dusun Koko Putek yang belum juga mendapatkan bantuan terpal dari pemerintah sementara memanfaatkan terpal bekas untuk tenda. "Sudah bolong, tetap saya gunakan dibandingkan kedinginan malam hari. Rumah sudah ambruk," katanya.