REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Partai Golkar Jabar, menggelar pelatihan terhadap ribuan kadernya, pada Jumat malam (3/8). Pada pelatihan itu, kader partai berlambang pohon beringin ini dituntut untuk menjadi corong ideologi. "Bukan, corong politik," kata Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi kepada Republika.co.id.
Dedi mengatakan, gerakan meraih simpati dan suara konstituen tidak boleh gerakan politik semata. Melainkan, harus berpegang pada ideologi Pancasila. Mengingat, proses demokrasi di negara ini, harus diisi dengan suasana tenang dan damai.
"Karenanya, kita itu harus jadi corong ideologi. Sebab, kalau jadi corong politik hasilnya akan menimbulkan kegaduhan," ujar Dedi.
Terutama, pada momen Pileg dan Pilpres 2019 nanti. Momen tersebut, lanjut Dedi, tidak boleh disikapi sebagai ‘abad ketegangan’ bagi bangsa Indonesia. Apalagi, perbedaan pilihan politik merupakan keniscayaan. Sehingga tidak seharusnya memecah belah persaudaraan.
Akan tetapi, pada faktanya berbeda. Saat ini, warga di Indonesia selalu ramai dan gaduh gara-gara perbedaan pilihan politiknya. Terutama, kegaduhan di media sosial. Dengan kegaduhan ini, seolah-olah membingkai bahwa negeri ini sedang terjadi peperangan antara dua kutub.
Untuk itu, Golkar Jabar memiliki kewajiban menyadarkan publik bahwa ini merupakan proses demokrasi yang biasa. Nalarnya harus nalar ketenangan dan kedamaian, bukan nalar peperangan.
Dedi mengklaim, partai yang digawangi Airlangga Hartarto ini, memiliki platform kekaryaan. Serta, akomodatif menyediakan ruang bagi seluruh anak bangsa. Baik dari kalangan religius maupun nasionalis. Naungan kepentingan untuk dua ceruk ini sangat dibutuhkan untuk menciptakan spirit kebangsaan.
Sebab, Golkar menilai, negeri ini jangan dibelah seolah ada dua kutub yakni nasionalis pluralis dengan religius. Islam sendiri kan mengajarkan pluralitas. Sedangkan, pihak yang pluralis juga memiliki nilai religiusitasnya.
"Karenanya, tidak boleh ada dikotomi ideologi pancasila dengan Islam. Karena itu, dua hal yang berbeda," ujarnya.
Golkar sendiri menurut Dedi, merupakan anak kandung sejarah bangsa Indonesia. Sebelum kelahiran partai berlambang pohon beringin itu, terjadi benturan antara kaum komunis dan kaum agamawan. Kemudian, Golkar lahir sebagai sintesa dari kedua platform tersebut.
Golkar juga, menjadi pelaku dalam sejarah kebangsaan Karena itu, tidak boleh lagi bangsa ini kembali pada sejarah kelam masa lalu. Dengan begitu, nilai ideologi ini harus menjadi spirit gerakan partai di semua tingkatan. "Sehingga, publik Indonesia menjadi cerdas dan memiliki ‘pisau ideologi’ yang kuat saat memandang sebuah fenomena," ujarnya.