Kamis 02 Aug 2018 21:59 WIB

Peraturan Baru JPS Timbulkan Kerugian Jangka Panjang

Aturan BPJS BPJS dipandang IDI sebagai langkah kontradiktif.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Petugas melayani warga di kantor Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan KCU Jakarta Pusat, Rabu (1/11).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Petugas melayani warga di kantor Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan KCU Jakarta Pusat, Rabu (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan menilai peraturan baru yang dikeluarkan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan beberapa waktu lalu dapat menghemat Rp 360 miliar. PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan peraturan baru justru berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar dalam jangka panjang.

"Apa yang terjadi, kerugian yang akan terjadi jauh lebih besar," jelas Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Prof dr Ilham Oetomo Marsis SpOG di kantor PB IDI, Kamis (2/8).

Salah satu yang disoroti Marsis adalah Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat. Marsis mengatakan tiap bayi baru lahir memiliki risiko tinggi mengalami sakit, cacat bahkan kematian meskipun selama kontrol maupun saat datang ke rumah sakit sang ibu dalam kondisi baik. Oleh karena itu, segala antisipasi perlu disiagakan ketika proses persalinan berlangsung.

"Kalau terjadi kesulitan, komplikasi, biaya komplikasi yang terjadi akan jauh lebih besar dari Rp 360 miliar sebagai upaya penghematan," terang Marsis.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sekjen Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Prof Dr dr Budi Wiweko SpOG(K). Dokter yang akrab disapa dengan Iko ini mengatakan kondisi bayi yang akan dilahirkan tidak bisa diprediksi sehat atau tidak karena pada detik-detik terakhir proses persalinan, apapun bisa terjadi pada bayi. Oleh karena itu, antisipasi dan penanganan yang optimal perlu disiagakan dengan baik dalam semua proses persalinan.

Baca juga: IDI: Aturan Baru BPJS Kesehatan Rugikan Masyarakat

Salah satu masalah yang mungkin terjadi pada bayi baru lahir adalah tiba-tiba mengalami kesulitan bernapas (asfiksia). Pada kondisi ini, bayi baru lahir perlu segera mendapatkan bantuan resusitasi.

"Disebutkan persalinan normal tidak mencakup biaya untuk anak yang sehat, satu paket, artinya bisa tidak ada dokter anak di sana (saat persalinan berlangsung), siapa yang akan menolong?" jelas Iko.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia Dr dr Aman Bhakti Pulungan SpA(K) FAAP mengatakan paket yang diatur dalam aturan baru ini mempersulit kerja dokter untuk melakukan resusitasi atau pertolongan pada bayi baru lahir. Padahal resusitasi yang tidak dilakukan dengan baik dan optimal pada bayi dapat berakhir pada dua kemungkinan.

"Jika tidak ditangani dengan baik, ada dua kemungkinan. Dia (bayi) meninggal atau hidup tapi cacat, jadi sakit," terang Aman.

Tak berhenti di situ, bayi baru lahir berhasil hidup namun mengalami masalah kesehatan maupun cacat ini dapat berujung pada peningkatan kasus stunting di masa mendatang. Alasannya, bayi tersebut menjadi lebih mudah mengalami infeksi dan mengalami pertumbuhan yang terganggu sehingga dapat berimplikasi pada stunting.

"Perdir BPJS ini merupakan suatu langkah kontradiktif karena tidak mendukung upaya penurunan angka kematian ibu dan penurunan angka kematian bayi," papar Iko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement