Kamis 02 Aug 2018 17:06 WIB

Sikap PAN Belum Jelas, Buka Peluang Poros Ketiga Pilpres

PAN akan menggelar rakernas pada 5-6 Agustus sebelum memutuskan arah koalisi.

Rep: Bayu Adji P, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kedua kiri) berswafoto bersama kader PAN seusai acara
Foto: Antara/Umarul Faruq
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kedua kiri) berswafoto bersama kader PAN seusai acara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran Partai Demokrat dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto sepertinya membuat goyah anggota koalisi yang lain. Termasuk PAN, yang hingga kini belum tegas mendukung Prabowo sebagai calon presiden (capres), dan masih membuka opsi membentuk poros ketiga.

"Bagi saya kemungkinan apa pun (poros ketiga) bisa terjadi. Karena kejadian apa pun yang terjadi bisa memengaruhi konstelasi politik," kata Wakil Sekretaris Jenderal PAN Faldo Maldini saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (2/8).

Namun, ia mengakui, PAN tak bisa sendiri dalam mengajukan paslon capres dan cawapres. Pasalnya, adanya sistem presidential threshold yang mengharuskan partai pendukung miliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional, tak memungkinkan bagi PAN mengusung paslon capres-cawapres.

Pada pemilu 2014, PAN hanya mendapatkan 9.481.621 (7,59 persen) suara sah nasional. Sementara di DPR, PAN hanya memiliki 49 kursi (8,75 persen). Angka itu membuat PAN harus intens melakukan komunikasi dengan berbagai partai politik.

"Kan kita tak bisa usung (capres) sendiri, harus koalisi. Itulah tujuan komunikasi yang kami bangun," ujar Faldo.

Meski begitu, Faldo masih menunggu hasil Rakernas PAN yang akan dilaksanakan pada 5-6 Agustus mendatang. Hasil rakernas itulah, lanjutnya, yang akan menjadi sikap PAN dalam menentukan arah koalisi.

"Koalisi ini kan bukan bagi-bagi menteri atau cawapres. Bagi kami masa depan negara ini penting diperhatikan," kata dia.

Ia menambahkan, dalam rakernas mendatang, PAN akan mendengar masukan dari berbagai pihak, baik anggota maupun masyarakat. "Semua keputusan akan diambil pada rakernas," tegasnya.

Pada Selasa (31/7), Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyatakan, PAN memang belum secara resmi mengarah ke poros koalisi Prabowo. Sebab, penentuan arah koalisi PAN baru akan diputuskan setelah Rakernas PAN pada 5-6 Agustus mendatang.

"Belum ada nama capresnya ya, tadi kan pada wapres akan terserah pada capresnya, capres yang mana saja. ini belum satu. Nanti rakernas, kita serahkan pada capresnya titik," ujarnya.

Baca juga:

Klaim Prabowo

Seusai pertemuan dengan ketua umum PAN dan PKS, pada Selasa (31/7) malam,  Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menegaskan PAN bagian dari partai mitra koalisinya di Pilpres 2019. Meskipun, Zulkifli Hasan bersikukuh PAN belum menentukan sikapnya untuk pilpres mendatang.

"Saya kan baru ketemu di dalam. (Lebih) tahu kamu atau (lebih) tahu saya?" ujar Prabowo di kediaman pengusaha Maher Algadri di Prapanca Dalam VI, Jakarta, Selasa (31/7).

Prabowo pun memberikan kesempatan kepada PAN untuk menggelar Rakernas PAN. Sebab, Sikap PAN baru akan diputuskan usai Rakernas PAN 5-6 Agustus mendatang.

"Pak Zul akan adakan, kalau tidak salah rakernas," kata Prabowo.

Yang pasti, menurut Prabowo, pertemuan ketiga partai itu juga sepakat akan melakukan pertemuan lanjutan terkait Pilpres 2019. Nantinya, Partai Demokrat akan ikut bergabung dalam pertemuan selanjutnya. Selanjutnya dalam beberapa hari ke depan, Prabowo percaya diri, para pimpinan parpol akan berkumpul untuk memutuskan cawapres yang akan mendampinginya di Pilpres 2019.

"Ya inilah yang Anda lihat adalah demokrasi sedang berjalan," ujarnya.

Pengamat politik Islam dari Universitas Indonesia Yon Mahmudi mengatakan, kehadiran Partai Demokrat mengubah posisi PKS dan PAN. Namun, Prabowo tetap membutuhkan koalisi dengan PKS dan PAN.

"Mau tidak mau, kehadiran Demokrat mengubah posisi PKS dan PAN dalam koalisi dengan Gerindra,” kata dia, di Jakarta, Senin (30/7).

Sebab, ia mengatakan, Demokrat memiliki kursi lebih banyak pada kontestasi empat tahun lalu. Gerindra menguasai 73 kursi di DPR RI periode 2014-2019, sedangkan Demokrat 61 kursi. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan PAN (49 kursi) dan PKS (40).

Namun, PKS dan PAN tetap dinilai sebagai representasi umat Islam. Sehingga, kehadirannya tetap dibutuhkan Prabowo dalam koalisinya untuk berkompetisi pada Pilpres 2019.

“Ini harus dibicarakan karena Prabowo tetap membutuhkannya," ujar Yon.

Sikap kubu Jokowi

PAN saat ini bisa dibilang bermain politik 'dua kaki'. Seperti diketahui, salah satu kader PAN yaitu Asman Abnur kini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Negara dan Reformasi Birokrasi, sementara elite PAN membuka komunikasi politik dengan kubu Prabowo bukan dengan koalisi pendukung Joko Widodo (Jokowi).

Oleh karena itu, Rakernas PAN pada akhir pekan ini akan sangat menentukan bagi arah koalisi PAN ke depan. Bisa jadi, keputusan akhir PAN malah akan bergabung ke kubu Jokowi, meninggalkan koalisi pendukung Prabowo.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto tak membantah pertemuan Presiden Jokowi dengan sekretaris jenderal partai koalisi di Bogor, pada Selasa (31/7), sempat menyingung Partai Amanat Nasional (PAN). Hasto mengatakan koalisi menyerahkan sepenuhnya kepada PAN untuk bersikap di Pilpres 2019.

"Apa pun pilihan dari PAN, hubungan kami akan tetap berjalan dengan baik pilihan-pilihan politiknya," ujar Hasto saat ditemui di DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (1/8).

Hasto menegaskan, koalisi Jokowi tidak akan berpengaruh jika nantinya PAN tidak ikut bergabung. Sebab, koalisi poros Jokowi saat ini sudah sangat cukup memenuhi kursi untuk mengusung capres.

Lagipula, selama ini dialog sudah sangat intens dilakukan parpol koalisi kepada PAN. "Saya pikir koalisi sudah semakin solid dengan partai-partai yang ada sekarang ini sudah semakin kokoh sudah 62 persen. Kami juga tidak ingin nanti ada kesan mau mendominasi, ya 62 persen," ungkapnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement