REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menyiapkan dua pilihan cara untuk memindahkan endapan sisa pakan dan kotoran ikan di dasar Danau Maninjau, Kabupaten Agam. Pertama, dengan melakukan penyedotan menggunakan mesin yang secara khusus mampu memindahkan material endapan ke lokasi baru. Kedua, tetap dengan cara menyedot namun dengan mesin yang lebih kecil.
Cara kedua membutuhkan waktu multitahun hingga Danau Maninjau dinyatakan kembali 'sehat'. Bicara soal biaya, tentu cara kedua lebih irit karena mesinnya lebih kecil.
Pemprov Sumbar dan Pemerintah Kabupaten Agam sampai saat ini belum memutuskan opsi mana yang akan dijalankan. Pemda memilih bertahan untuk menunggu kebijakan pusat karena besarnya anggaran yang akan dibutuhkan untuk mengeruk dan menyedot endapan sisa pakan dan kotoran ikan di dasar danau.
Hitung-hitungan pemerintah, penyedotan dengan mesin 'mini' membutuhkan biaya setidaknya Rp 60 miliar hingga Rp 80 miliar. Sedangkan pengerukan dan penyedotan dengan mesin dan peralatan yang lebih besar mengharuskan pemerintah menyediakan dana hingga Rp 2,7 triliun.
Pemerintah daerah pun masih punya pekerjaan rumah untuk merampungkan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) untuk upaya penyelamatan ekosistem Danau Maninjau ini. Amdal dibutuhkan untuk kemudian berlanjut ke tahap selanjutnya, yakni proyek perencanaan fisik atau DED (Detail Engineering Design).
Persoalan pembuangan sisa endapan dasar danau juga mengundang masalah baru. Hingga kini Pemda dan masyarakat juga belum sepakat soal lokasi-lokasi penampungan endapan dasar danau.
Pemkab Agam memang pernah menyodorkan 11 titik sebagai opsi lokasi penampungan sedimen sementara. Seluruh titik sudah dilakukan kajian teknis, menyisakan hitung-hitungan sewa antara pemerintah dengan pemilik lahan, termasuk masyarakat adat. Namun, untuk membawa 'sampah danau' ke tempat pembuangan akhir di Manggopoh, Lubuk Basung butuh biaya yang tak sedikit karena jaraknya 50 kilometer (km).
"Makanya ada opsi bagaimana pembuangan sedimen tersebut di sebuah pulau kecil yang nantinya juga akan direklamasi dan ini sangat menghemat biaya," ujar Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit, Senin (30/7).
Opsi yang disodorkan Nasrul baru-baru ini sudah dibicarakan dengan Pemkab Agam. Reklamasi sebuah pulau di tengah Danau Maninjau diharapkan bisa menekan besarnya biaya pembersihan dasar danau. Nantinya, endapan sisa pakan dan kotoran ikan akan disedot dan dibuang di pulau reklamasi ini.
Nasrul menyebutkan, seluruh opsi sedang digodok oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Balai Wilayah Sungai Sumatra V. Bila Amdal bisa rampung akhir tahun 2018, maka pengerukan dan penyedotan endapan Danau Maninjau bisa dilakukan mulai 2019 mendatang.
Endapan sisa pakan dan kotoran ikan yang semakin menebal memang menjelma menjadi masalah besar di Danau Maninjau. Kejadian kematian ikan secara massal di Danau Maninjau terus berulang dalam setahun belakangan. Catatan pemerintah, sepanjang 2017 telah terjadi lima kali kejadian kematian ikan dalam jumlah besar.
Total, sebanyak 1.600 ton ikan mati akibat kondisi ekosistem Danau Maninjau yang tak lagi seimbang. Kejadian terakhir pada Februari 2018, sedikitnya 160 ton ikan dilaporkan mati di keramba jaring apung Danau Maninjau. Ikan-ikan ini mati akibat keracunan zat amonia yang dihasilkan dari endapan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan.
Amonia terbentuk dari endapan feses ikan dan sisa pakan ikan. Angin kencang yang terjadi bersamaan dengan hujan deras lima bulan terakhir mengangkat amonia ke atas permukaan air dan mengurangi kandungan oksigen yang ada. Kondisi itu lah yang membuat ikan-ikan di Danau Maninjau 'mabuk' karena kekurangan oksigen dan berujung kematian massal.