Jumat 27 Jul 2018 06:25 WIB

Refly: JK Bukan Pemegang Kekuasaan, Masih Bisa Maju Lagi

Wakil presiden dinilai bukan pemegang kekuasaan.

Rep: Mabruroh/ Red: Teguh Firmansyah
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (14/11).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) bukan orang yang memegang kekuasaan. Oleh karena itu, masa jabatannya tidak bisa disamakan dengan Presiden yang hanya boleh menjabat selama selama dua periode.

"Kalau Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian mengambil tafsir ini yang menurut saya logis dan rasional maka sesungguhnya dengan sendirinya wakil presiden tidak perlu dibatasi," kata Refly di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (26/7).

Refly awalnya tidak begitu tertarik dengan isu uji materi UU no 7 Tahun 2017 tentang pemilu ini. Namun ketika kemudian JK maju sebagai pihak terkait dalam uji materi ini, Refly mulai tertarik. "Begitu pihak JK masuk dengan teori pemegang kekuasaan, sebagai orang hukum tatanegara saya tertarik, the leaving constitution, tafsir atas konstitusi itu hidup," ujarnya.

Dalam kasus ini, Refly mengaku hanya akan membahasnya dalam konteks konstitusional, yakni dari sisi historis dan sisi kontekstual. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, telah ditentukan masa jabatan pemegang kekuasaan hanya dua periode, baik berturut-turut atau tidak.

Menurut Refly, maksud dari pembatasan itu sendiri karema ada rasa yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Yakni trauma orde lama dan orde baru ketika Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto memegang kekuasaan secara otoriter, sehingga perlu dibuatkan pembatasan dua periode, tersebut. "Siapa yang perlu dibatasi? Yaitu pemegang kekuasaan, buat apa kita membatasi seseorang yang tidak memegang kekuasaan," ujar dia.

Baca juga, Langkah JK Bantu Uji Materi UU Pemilu Tepat.

Refly melanjutkan, Konstitusi Indonesia pemegang kekuasaan adalah Presiden. Presiden pun yang menjalankan hak kewenangannya, hanya saja dia memiliki pembantu, yakni wakil presiden dan menteri-menterinya.

Wakil presiden, kata dia, merupakan pembantu khusus yang baru bisa memutuskan ketika Presiden berhalangan. Maka cara memberhentikan wakil presiden pun tidak sama dengan cara Presiden memberhentikan menterinya.

"Wakil presiden ini tidak memegang kekuasaan, menteri juga tidak memegang kekuasaan, Presiden lah yang memegang kekuasaan, jadi kalau kita kaitkan ini dengan pasal 7, apakah wapres bisa dipilih kembali, yes," papar dia.

Lalu bagaimana dengan Presiden, menurut Refly, jabatan presiden tetap harus dibatasi dua periode. Namun karena wakil bukan pemegang kekuasaan, maka tidak dibatasi.

"Dalam konteks hari misal, keinginan pak JK untuk jadi wapres Jokowi lagi, ya itu tergantung Pak Jokowi kalau mau ambil bisa terus kalau tidak ya tidak," ujarnya.

Saat ditanyakan apakah artinya pasal ini juga membuka peluang bagi Presiden RI periode sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono untuk maju kembali menjadi cawapres. Refly membenarkan, tapi sambungnya apakah mau SBY maju menjadi cawapres.

"Itu wilayah abu-abu ya apakah seorang presiden yang sudah dua periode bisa menjadi wapres, kalau kita bicara seperti itu tidak ada batasan ya tapi apa SBY mau jadi wapres?" ujar seraya menyunggingkan senyum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement