REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi sebagai tersangka. Keduanya diduga terkait kasus dugaan suap pengerjaan proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018.
Usai menjalani pemeriksaan perdananya sebagai tersangka, Irwandi mengatakan jasa-jasanya dalam perdamaian antara Aceh dengan pemerintah Indonesia. Irwandi mengklaim sangat besar jasanya dalam perundingan, mengumpulkan senjata para kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), hingga akhirnya berdamai hingga saat ini.
"Sebetulnya damainya Aceh dengan NKRI, saham saya besar di situ. Saya ikut mendamaikan, ikut mengumpulkan senjata, ikut berunding, dan akhirnya kayak sekarang," kata Irwandi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/7).
Menurut Irwandi, setelah terjadi perdamaian dia kemudian menjadi Gubernur. Ia pun mengklaim banyak terobosan yang sudha dilakukan ketika menjadi Gubernur Aceh periode 2007 -2012 yang diadopsi oleh pemerintahan pusat sampai saat ini. "Sebagiannya diadopsi oleh pemerintah pusat seperti JKN, P2K, dan beberapa hal lain dalam hal lingkungan hidup," terangnya.
Dengan menggunakan rompi tahanan yang berwarna oranye, Ketua Umum Partai Nanggroe Aceh itu terus melontarkan jasanya yang juga mengusir kelompok teroris dari Serambi Mekkah tersebut beberapa tahun lalu. Ia menyebut atas laporan pihaknya kelompok teroris yang menggelar latihan di Aceh dapat ditumpas oleh aparat kepolisian. "Ada begitu banyak hal yang saya lakukan untuk kebaikan negeri ini," ucapnya
Dalam tangkap tangan terhadap Gubernur Aceh Irwandi dan Bupati Bener Meriah Ahmadi pada Selasa (3/7), tim penindakan KPK mengidentifikasi penyerahan uang sejumlah Rp 500 juta. Uang itu disinyalir bagian dari jatah yang diminta Rp 1,5 miliar oleh Irwandi ke Ahmadi.
Selain Irwandi dan Ahmadi, KPK juga menetapkan dua orang lainnya yang merupakan pihak swasta Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri sebagai tersangka suap terkait proyek yang bersumber dari DOKA.