Ahad 03 Jun 2018 12:32 WIB

Polri Klaim Penggerebekan di Universitas Riau Sesuai SOP

Publik bisa menilai langkah polisi seperti memaksakan kampus sebagai sarang teroris

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tim Densus 88 bersama tim Gegana Brimob Polda Riau membawa barang yang mencurigakan dari area penggeledahan gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Universitas Riau (UNRI) di Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Tim Densus 88 bersama tim Gegana Brimob Polda Riau membawa barang yang mencurigakan dari area penggeledahan gedung Gelanggang Mahasiswa Kampus Universitas Riau (UNRI) di Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengatakan, dalam penggerebekan Densus 88 Antiteror Polri di Universitas Riau (Unri) pada (2/6) sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP).

"Itu sudah sesuai SOP ya, penggerebekan dilakukan tidak sedang kuliah, tidak sedang belajar mengajar," ujar Iqbal saat dihubungi Republika, Ahad (3/6).

Baca:  Unri Apresiasi Penggerebekan Terduga Teroris" href="http://republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/06/03/p9q0pk428-rektor-unri-apresiasi-penggerebekan-terduga-teroris" target="_blank" rel="noopener">Rektor Unri Apresiasi Penggerebekan Terduga Teroris

Iqbal menjelaskan, penggerebekan itu dilakukan bukan tanpa alasan. Menurutnya, seluruh barang bukti yang diamankan pun ada di dalam lingkungan kampus.

Pelaku, yang sebenarnya bukan lagi mahasiswa UNRi juga beraktivitas di kampus. Sehingga, pendekatan yang dilakukan Densus 88 Antiteror menurutnya sudah mempertimbangkan hal tersebut.

Menurut dia, dari hasil pemeriksaan awal kepada tersangka, tersangka memilih lingkungan kampus, karena dinilai 'aman'. Dalam hal ini, aman yang dimaksud adalah, bahwa tersangka mengira dengan ia bersembunyi di kampus, maka akan meminimalisasi pengawasan aparat.

Lalu, lanjut Iqbal, para tersangka mudah merakit bom karena ada beberapa serbuk serbuk yang diambil dari laboratorium. "Dari hasil penyelidikan kita tahu bahwa kelompok mereka sangat berbahaya makanya sudah SOP pada kelompok kelompok itu harus dengan strategi khusus," kata dia.

Iqbal pun membantah bahwa penggerebekan ini merupakan suatu bentuk represi terhadap lingkungan kampus. Menurutnya, untuk menindak kelompok terorisme semacam ini, perlu strategi khusus, dan tidak mencederai nilai-nilai di dalam kampus. Hal ini pun diterapkan bukan hanya di lingkungan kampus.

"Kalua misalnya ada rumah ibadah juga kita juga kalau ada kejahatan yang harus dilakukan penegakan hukum kita SOP nya juga pas tidak lagi kegiatan agama (penggerebekannya), ini di kampus juga tidak sedang belajar," kata dia.

Pengamat Terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mempertanyakan lamgkah penggerebekan Densus 88 Antiteror di lingkungan Kampus Universitas Riau pada Sabtu (2/6). Menurut Harits penggerebekan seyogyanya dilakukan di luar lingkungan kampus.

"Itu pola dan cara hard power di lingkungan kaum intelektual yang justru potensi melahirkan sikap antipati terhadap aparat," kata Harits pada Republika, Ahad (3/6).

Menurut Harits, hal penggerebekan baru bisa dilakukan apabila beberapa orang yang dianggap tersangka tersebut ada indikasi kuat hendak meledakkan rakitan bomnya juga di dalam kampus. Penggerebekan di kampus ini menurutnya perlu memperhatikan marwah kampus, dan juga meminimalisir pandangan publik yang tidak sepakat dengan pola penindakan seperti itu.

Harits mengungkapkan, dengan pola penggerebekan seperti itu, publik bisa berspekulasi bahwa motif tersebut seperti untuk memaksakan stigma kampus sebagai sarang teroris dan kampus sarang pembenihan ekstrimis. Sehingga, ada asumsi lanjutan bahwa perlu ada proyek-proyek kontra terkait dengan terorisme di kampus. "Sikap kritis tersebut niscaya muncul," kata Harits.

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror melakukan penggeledahan di Universitas Riau pada Sabtu (2/6). Dari penggeledahan dan pengembangan perkara tiga orang ditetapkan sebagai tersangka terorisme. Tiga tersangka tersebut bekerja dalam lingkup perakitan bom.

Adapun tersangka pertama yang diamankan adalah MNZ(33 tahun), RB alias D (34 tahun) dan OS alias K (32 tahun). Mereka merupakan mantan mahasiswa Unri. Dua nama terakhir awalnya diamankan sebagai saksi, namun setelah dikembangkan ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut keterangan Polri, tiga terduga teroris tersebut akan melakukan diduga penyerangan terhadap kantor-kantor DPR RI dan DPRD. Penggeledahan yang dilakukan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu, selain mengamankan sejumlah tersangka, diamankan pula sejumlah bom siap ledak dan bahan peledak.

Sejumlah barang yang diamankan di antaranya bom pipa besi yang sudah jadi sebanyak dua buah, bahan peledak TATP (Triaceton Triperoxide) yang sudah jadi, bahan peledak lain seperti Pupuk KNO3, Sulfur, Gula, Arang. Diamankan pula busur panah dua buah dan anak panahnya delapan buah, senapan angin satu buah serta granat tangan rakitan satu buah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement