REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski laporan keuangannya di tahun anggaran 2017 berpredikat wajar tanpa pengecualian (WTP), Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta masih memiliki sejumlah pekerjaan yang harus dituntaskan. Kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, sengketa lahan Cengkareng, serta sengketa lahan Kedutaan Inggris merupakan beberapa di antaranya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno menjelaskan Pemprov DKI masih mengkaji status pembelian lahan RS Sumber Waras. Dalam rekomendasinya, BPK meminta pemprov menagih dugaan kerugian daerah sebesar Rp 191,33 miliar dari pembelian itu. Namun, Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) selaku penjual enggan mememenuhi permintaan tersebut.
Rekomendasi BPK agar pengembalian dugaan kerugian keuangan daerah belum terpenuhi sampai sekarang. Sebagai alternatif, Biro Hukum Pemprov DKI kemudian mencoba membatalkan transaksi jual beli.
Dari segi pelaporan keuangan, proses dilakukannya pembatalan sudah dianggap memenuhi tindak lanjut dari temuan BPK. "Oleh BPK itu dianggap cukup, tapi kami tentunya harus melakukan upaya-upaya lanjutan," kata dia di Balai Kota, Rabu (30/5).
Sandi tak menjelaskan upaya lanjutan yang akan dilakukan. Hal itu, menurutnya, sudah masuk ranah teknis yang akan dilakukan Biro Hukum Pemprov DKI.
Pembelian lahan RS Sumber Waras sempat membuat BPK dan mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersitegang. BPK bersikukuh bahwa pengadaan tanah RS Sumber Waras tidak melalui proses yang memadai. Namun, Ahok membantah pembelian ini dianggap penyelewengan.
BPK dalam temuannya menyebut proyek ini terindikasi merugikan daerah senilai Rp 191,33 miliar. Jumlah ini berdasarkan dari hasil pemeriksaan investigatif BPK atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BPK juga merekomendasikan Pemprov DKI membatalkan pembelian tanah RS Sumber Waras seluas 36.410 meter persegi dengan pihak YKSW. Rekomendasi itu untuk memulihkan indikasi kerugian daerah minimal senilai Rp 191,33 miliar atas selisih harga tanah dengan penawaran dari PT Ciputra Karya Unggul (CKU).
Sandiaga pernah menyatakan, persoalan Sumber Waras merupakan tiket utama untuk memperoleh predikat WTP dari BPK dalam laporan keuangan Pemprov DKI. Sebelum pengembalian atau pembatalan dipenuhi, permasalahan RS Sumber Waras tidak akan selesai.
Pemprov DKI tidak menindaklanjuti pembangunan rumah sakit, baik dari sisi akuntansi maupun hukum, sampai kasusnya selesai. Sandiaga mengatakan, persoalan pengadaan lahan Sumber Waras harus segera tuntas, mulai dari status hukumnya hingga akuntansinya.
Sementara itu, soal lahan kedutaan Inggris, Sandiaga menjelaskan statusnya kini masih dikaji oleh tim biro hukum. Lahan itu pernah akan dibeli oleh salah satu badan usaha milik daerah (BUMD). Namun, belakangan legalitas lahan itu dipertanyakan.
"Ternyata, kemungkinan itu punya Pemprov DKI," ujar Sandiaga di Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (1/6).
Menurut Sandiaga, ada surat-surat yang menyatakan, apabila lahan itu tak lagi dipakai sebagai gedung kedutaan, haknya akan kembali kepada Pemprov DKI. Surat-surat itu kini sedang ditelusuri.
Sandi menambahkan, selain Sumber Waras dan lahan Kedutaan Inggris, ada pula catatan "merah" dari BPK, yakni terkait pembelian lahan di Cengkareng Barat yang juga berpolemik di era Ahok.
Lahan di Cengkareng Barat tersebut sebetulnya tercatat di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta. Namun, tanah itu "dicaplok" pihak ketiga dan dijual ke Dinas Perumahan DKI.
Pemprov sedang melakukan upaya hukum terkait pembayaran yang dilakukan Dinas Perumahan ke pihak ketiga ini. "Kami sudah melakukan upaya hukum terhadap oknum yang mencaplok tanah pemprov ini," ujar dia.
Sejak awal, Sandiaga menyatakan kasus pembelian lahan di Cengkareng akan menyelesaikan di meja hijau. Sebab, kata dia, ditemukan dugaan adanya unsur pidana terkait dugaan pemalsuan dokumen.