Selasa 22 May 2018 18:33 WIB

Politikus PPP: Daftar Mubaligh Harusnya Ditanya ke Publik

Kebijakan yang sensitif seperti daftar mubaligh seharusnya tidak langsung dirilis.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Anggota Komisi III DPR-RI, Arsul Sani di Gedung Nusantara II, Senin (16/10).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Anggota Komisi III DPR-RI, Arsul Sani di Gedung Nusantara II, Senin (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PPP Arsul Sani menyesalkan penerbitan rekomendasi 200 nama mubaligh atau pendakwah oleh Kementerian Agama (Kemenag). Menurut Arsul, kebijakan yang sifatnya sensitif seperti daftar mubaligh seharusnya tidak langsung dirilis.

Dia mengatakan daftar tersebut sebaiknya lebih dahulu dikonsultasikan ke publik untuk meminta masukan. "Mestinya diberikan dulu penjelasan, diungkap dulu rencana itu kepada masyarakat. Setelah ada ruang konsultasi publik yang cukup, baru kemudian diputuskan atau dirilis kebijakannya itu," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).

Arsul juga menyesalkan penerbitan nama-nama tersebut tidak didahului oleh penjelasan detil dari pihak Kemenag. Semestinya, Arsul mengatakan, Kemenag memberikan penjelasan kepada publik ketika merilis 200 nama.

Dia menyebutkan penjelasan mencakup bahwa daftar itu sebatas daftar rujukan saja, dan bersifat inklusif (terbuka), bukan ekslusif (tertutup). Untuk itulah, ia pun sudah menyampaikan kritik tersebut langsung kepada Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yang merupakan kader dari PPP.

"Bahwa sekarang ini ruang konsultasi publik begitu penting untuk dimanfaatkan, sehingga sebuah kebijakan tidak menjadi tidak produktif. Pak Menag merespons positif yang disampaikan PPP," kata Arsul.

Namun, anggota Komisi III DPR tersebut mengatakan, kritikan terhadap penerbitan kebijakan tidak serta merta membuat daftar tersebut harus dicabut. Sebab, keputusan penarikan atau pencabutan tersebut menjadi kewenangan jajaran Kemenag.

"Tentu Pak Menag harus bicara dengan seluruh jajarannya. Sebab kan itu bukan sesuatu yang diinisiasi oleh Pak Menag, berdasarkan masukan jajarannya," katanya.

Pekan lalu, Kemenag merilis 200 daftar nama mubaligh. Sejumlah nama mubaligh besar ada di daftar itu seperti Ustaz Yusuf Mansur, KH Abdullah Gymnastiar, KH Cholil Nafis, KH Didin Hafidhuddin, Ustaz Hidayat Nur Wahid, Prof Mahfud MD, KH Said Agil Siraj, dan KH Nasaruddin Umar.

Ada juga Ustaz Arifin Ilham, Prof Quraish Shihab, Ustaz Irfan Syauqi Beik, Emha Ainun Najib, Alwi Shihab, dan Ustaz Adian Husaini. Beberapa nama ulama besar lain tidak muncul dalam daftar itu karena menurut Kemenag rilis itu bersifat dinamis atau masih bisa berubah.

Pada Senin (21/5) kemarin, Lukman Hakim Saifuddin sudah memohon maaf terkait langkahnya yang saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat. Lukman meminta maaf khususnya kepada mubaligh yang merasa tidak nyaman karena namanya masuk dalam daftar rilis tersebut.

"Atas nama Kementerian Agama, selaku Menteri Agama, saya memohon maaf kepada nama yang ada dirilis yang merasa tidak nyaman namanya ada di sana," ujar Lukman di Jakarta, Senin (21/5).

Lantaran daftar tersebut Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memanggil Lukman, Selasa hari ini. Pada pertemuan itu, Kalla meminta Lukman untuk merevisi rekomendasi daftar pendakwah.

Sebab, daftar yang dikeluarkan Kementerian Agama (Kemenag) hanya sebanyak 200 mubaligh."Kami sudah bicarakan tadi, agar dibuat pola yang lebih baik, lebih efisien, tetapi nantilah. Itu daftar sementara," kata Kalla kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (22/5).

Kalla mengatakan, Indonesia membutuhkan minimal 300 ribu dai. "Karena kita punya masjid untuk shalat Jumat saja, khatib itu butuh 300 ribu. Jadi, bagaimana bisa itu hanya 200, itu hanya kecil sekali itu," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement