REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menjamin pendidikan anak-anak yang terlibat dalam tindakan terorisme. Adapun dalam aksi teror yang terjadi di Surabaya, pelakunya merupakan keluarga dan turut melibatkan anak-anak usia remaja maupun anak-anak dibawah umur.
"Siapapun anak harus dijamin pendidikannya, kita tidak boleh melihat itu anak siapa, harus nondiskriminasi, prinsip pendidikan kita," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi ketika ditemui di Kantor Wakil Presiden, Rabu (16/5).
Sebelumnya dalam rangkaian tragedi aksi teror di Surabaya, para pelaku terduga teroris melibatkan anak-anak. Dalam teror bom bunuh diri di tiga gereja, terdapat empat anak dilibatkan dan semuanya tewas.
Sementara itu, dalam ledakan yang terjadi di Rusunawa Sidoarjo tercatat terdapat empat anak yang menjadi korban, satu orang tewas dan tiga anak lainnya selamat. Kemudian, pada aksi teror di depan Mapolres Surabaya, satu anak turut dilibatkan dalam aksi bom bunuh diri. Namun, anak tersebut selamat dan sedang menjalani perawatan.
Muhajdir mengatakan, anak-anak yang terlibat dalam aksi terorisme tersebut merupakan korban dari doktrinasi radikal kedua orang tuanya. Karena itu, pemerintah tidak menempatkan mereka sebagai pelaku.
(Baca: Insting Ayah Dorong Roni Selamatkan Anak Pengebom)
Muhadjir menampik bahwa anak-anak yang terlibat dalam terorisme tersebut tidak ikut upacara dan menolak mengikuti mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dia mengatakan, anak-anak ini tidak dibolehkan sekolah oleh kedua orangtuanya.
"Saya sudah panggil kepala sekolah, guru kelas dikumpulkan di Surabaya, gak ada itu, anak-anak itu nggak dibolehkan sekolah sama orang tuanya," kata Muhadjir.