Ahad 22 Apr 2018 19:17 WIB

Intimidasi Bayangi Pemutaran Maha Guru Tan Malaka di Padang

Pemutaran film Maha Guru Tan Malaka akhirnya digelar di kantor LBH Padang.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Film Maha Guru Tan Malaka akhirnya diputar di Kantor LBH Padang. Komunitas Shelter Utara selaku penyelenggara pemutaran film sempat mendapat intimidasi dari sejumlah pihak.
Foto: Republika/Sapto Andiko Condro
Film Maha Guru Tan Malaka akhirnya diputar di Kantor LBH Padang. Komunitas Shelter Utara selaku penyelenggara pemutaran film sempat mendapat intimidasi dari sejumlah pihak.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Padang, Sumatra Barat mendadak berubah menjadi 'suaka', pada Sabtu (22/4) malam. Dengan fasilitas seadanya, sebuah garasi disulap menjadi studio mini lengkap dengan layar penangkap sinar proyektor dan bekas baliho yang dimanfaatkan untuk alas duduk.

LBH Padang, dalam waktu singkat, langsung bersiap-siap menggelar acara nonton bareng setelah lokasi acara yang 'asli' di kawasan Nanggalo, Padang berkali-kali mendapat intimidasi dari pihak-pihak tertentu. Hingga akhirnya pada Sabtu (22/4) sore, pihak penyelenggara yakni Shelter Utara memutuskan membatalkan acara pemutaran film Maha Guru Tan Malaka.

Sang sutradara, Daniel Rudi Haryanto, sempat menyampaikan kekecewannya lewat akun media sosialnya. "Pemutaran film Maha Guru Tan Malaka yang difasilitasi Direktorat Sejarah Kemendikbud RI dilarang dan diintimidasi di Komunitas Shelter Utara, Padang Sumatra Barat, tanah air kelahiran Tan Malaka, ironi," bunyi cuitan Daniel.

Untungnya masih banyak pihak yang peduli. LBH Padang membuka pintu bagi anak-anak muda yang masih menyisakan semangat untuk menyaksikan film karya Daniel tersebut.

Sejak usai Magrib, sedikit demi sedikit anak-anak muda mulai berdatangan. Beberapa muka terlihat bersemengat, namun sebagian lagi terlihat menyimpan kecemasan.

Barangkali cemas bila intimidasi itu datang lagi. Padahal, film Maha Guru Tan Malaka sebenarnya lebih menuturkan narasi napak tilas perjalanan Tan Malaka saat menetap di Belanda.

Staf Divisi Hak Asasi Manusia (HAM) LBH Padang Aulia Rizal menuturkan, pihaknya siap pasang badan bila memang ada oknum-oknum yang menjajal untuk mengintimidasi kawan-kawan di Shelter Utara. Apalagi, LBH sendiri memiliki komitmen soal HAM dan demokrasi.

Menyaksikan pemutaran film Maha Guru Tan Malaka juga berkaitan erat dengan kebebasan sipil untuk berkumpul, bereksperesi, dan berkegiatan. Sebagai rumah bagi individu-individu yang berpikir dan berkegiatan intelektual, ujar Aulia, LBH tidak berpihak pada pihak manapun.

Berdasarkan penuturan sejumlah pengurus komunitas Shelter Utara, intimidasi mulai berdatangan sejak tiga hari sebelum penayangan film dilakukan. Bentuk intimidasi yang muncul seperti misalnya, ada oknum yang mengaku sebagai intel untuk menanyai perihal rencana pemutaran film, menanyakan asal usul Shelter Utara, dan menanyakan latar belakang film Maha Guru Tan Malaka.

"Bahkan ada informasi dari perangkat lokal ada ancaman pembubaran dari oknum milter, kita tak tahu siapa oknum militer yang dimaksud," kata Aulia.

Berbagai intimidasi yang muncul, bahkan melibatkan perangkat warga, akhirnya membuat Shelter Utara memutuskan membatalkan acara pemutaran Maha Guru Tan Malaka. Menurut Aulia, keputusan ini bukan memberi arti bahwa kawan-kawan komunitas merasa takut, namun lebih kepada menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Pihak Shelter Utara tidak ingin memunculkan stigma negatif yang bisa berimbas buruk secara jangka panjang ke depan.

Pemindahan lokasi penayangan film Maha Guru Tan Malaka dari Shelter Utara menuju kantor LBH Padang ternyata diketahui kepolisian. Sekitar pukul 21.00 WIB, satu unit mobil patroli Kepolisian Sektor Padang Utara terlihat berhenti di depan kantor LBH Padang.

Kedatangan polisi sempat membuat situasi sedikit memanas. Polisi menanyakan terkait perizinan pemutaran film di Kantor LBH Padang. Sementara di satu sisi, LBH Padang berkeyakinan kegiatan yang dilakukan di dalam kantor tidak perlu perizinan formal dari kepolisian.

Meski sempat muncul ketegangan antara kedua pihak, namun pada akhirnya komunikasi bisa berjalan dua arah. Pihak polisi mempersilakan anak-anak muda yang sudah menunggu sejak Magrib untuk menyaksikan pemutaran film Maha Guru Tan Malaka. Syaratnya, mereka diminta menjaga ketertiban.

Kapolsek Padang Utara, Komisaris Polisi Zulkafde, menyebutkan bahwa pihaknya hanya ingin memastikan kegiatan acara berjalan tertib. Ia sendiri mengaku belum menyaksikan film yang mengangkat tentang tokoh pahlawan nasional asal Sumatra Barat tersebut. Namun ia menegaskan, kedatangan polisi bukan berkaitan dengan konten film, namun lebih kepada kepastian izin dan ketertiban acara.

"Kepolisian menanyakan izin kegiatan saja. Bukan soal konten filmnya. Setiap kegiatan kan butuh perizinan. Kalau terjadi sesuatu polisi harus tanggung jawab," kata Zufkafde.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid ikut memberikan tanggapan terkait 'ribut-ribut' yang sempat terjadi di Kota Padang. Hilmar menyayangkan tindakan intimidasi yang terjadi kepada komunitas Shelter Utara yang ingin menayangkan film Maha Guru Tan Malaka.

Baginya, pada era keterbukaan saat ini, sikap menghalangi orang untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi sangat merugikan kemajuan bangsa.

"Apalagi film yang akan diputar adalah tentang seorang pahlawan nasional. Kalau memang ada silang pendapat tentang ketokohan Tan Malaka tinggal didiskusikan saja," jelas Hilmar.

Republika sempat mengikuti pemutaran film yang berdurasi tak lebih dari 30 menit ini. Film ini mengambil sudut pandang Marko, pemuda Indonesia yang baru menyelesaikan studinya di Paris, Prancis.

Marko kemudian menyusuri lokasi-lokasi yang pernah disinggahi Tan Malaka saat menetap di Haarlem, Belanda pada tahun 1913-1919. Dalam melakukan 'napak tilas' Tan Malaka di Belanda, Marko ditemani oleh Harry A Poeze peneliti yang mencurahkan puluhan tahun hidupnya untuk mendalami sejarah Bangsa Indonesia.

Secara garis besar, film Maha Guru Tan Malaka memberikan sudut pandang baru mengenai ketokohan Tan Malaka. Meski durasinya pendek, melalui film ini penonton diajak 'jalan-jalan' sekilas untuk kembali ke masa saat Tan Malaka menghabiskan waktunya di Belanda.

Masyarakat semestinya tidak perlu terbawa isu miring mengenai film Maha Guru Tan Malaka ini. Apalagi pembuatan film ini dibiayai sepenuhnya oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan nominal Rp 175 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement