Rabu 18 Apr 2018 15:00 WIB

Kadin dan Petani Garam Kompak Minta Perketat Impor

Jangan sampai garam impor mengganggu stabilitas harga garam petani.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Pekerja menyelesaikan pembuatan garam gandu tradisional di Kampung Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (22/2). Akibat Pemerintah memutuskan impor garam sebanyak 3,7 juta ton secara bertahap untuk kebutuhan garam industri, menyebabkan pelaku usaha industri kecil garam sulit memasarkan barang
Foto: Adeng Bustomi/Antara
Pekerja menyelesaikan pembuatan garam gandu tradisional di Kampung Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (22/2). Akibat Pemerintah memutuskan impor garam sebanyak 3,7 juta ton secara bertahap untuk kebutuhan garam industri, menyebabkan pelaku usaha industri kecil garam sulit memasarkan barang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto meminta pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan pengetatan garam impor untuk melindungi petani garam lokal.

"Pemerintah memang perlu meningkatkan pengawasan agar garam impor tidak sampai mengganggu stabilitas harga garam petani," kata Yugi melalui keterangan tertulisnya, Rabu (18/4).

Dia mengaku, banyak menerima masukan dari petani garam. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mencoba berkomunikasi dengan Kementerian Perdagangan terkait keinginan petani garam di Rembang tersebut.

Menurutnya, petani garam lokal tidak terlalu mempermasalahkan kebijakan impor. Namun, pemerintah juga perlu mengawasi agar tidak sampai merembes ke pasar garam konsumsi, sehingga impor garam sebaiknya dilakukan melalui satu pintu.

"Jika impor garam dilakukan dengan banyak pihak, ada kecenderungan importir berlomba-lomba menjual garam dengan harga yang murah," ungkap Yugi.

 

Baca juga, 27 Perusahaan Dapat Rekomendasi Impor Garam. 

 

Dia mengatakan, perang harga garam impor jelas akan merugikan petani."Intinya kami pun berharap garam impor memang sebaiknya digunakan untuk kepentingan industri dan tidak dipergunakan untuk garam konsumsi karena merugikan petani lokal," ujar Yugi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement