Jumat 13 Apr 2018 14:31 WIB

Setnov Memohon kepada Hakim Agar tak Cabut Hak Politiknya

Setya Novanto sebelumnya dituntut 16 tahun penjara oleh JPU KPK.

Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4). Sidang tersebut mengagendakan pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa dan penasihat hukum.
Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4). Sidang tersebut mengagendakan pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa dan penasihat hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) meminta kepada Majelis Hakim untuk mempertimbangkan kembali pencabutan hak politik selama lima tahun. Pencabutan hak politik itu sebelumnya tertuang dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.

"Saya sudah hampir 20 tahun berkarier di dunia politik dimulai dari tingkat yang paling bawah hingga menjadi ketua DPR RI. Besar harapan saya agar pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani hukum supaya dapat dipertimbangkan oleh yang mulia Majelis Hakim atau setidak-tidaknya dapat kesampingkan," kata Novanto.

Hal tersebut dikatakannya saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Jumat (13/4). Ia mengatakan, selama proses pemeriksaan persidangan, dirinya bersikap kooperatif, baik kepada JPU maupun penyidik KPK, untuk memperlancar semua persidangan.

"Saya masih mempunyai tanggungan istri dan dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah, khususnya anak saya Giovanno Farrel yang baru berusia 12 tahun, yang masih sangat membutuhkan figur seorang ayah," tuturnya.

Selain itu, kata Novanto, dirinya juga masih memiliki tanggungan anak-anak tidak mampu pada Yayasan Pesantren Al-Hidayah di Sukabumi dan Yayasan Yatim Mulia Nurbuwah di Sawangan, Depok. "Dukungan doa mereka lah yang membuat saya tetap kuat menghadapi semua ini," kata Novanto.

Ia pun juga meminta kepada Majelis Hakim agar dapat mencabut pemblokiran seluruh aset milik keluarganya. "Kepada Majelis Hakim yang mulia terhadap seluruh aset-aset, tabungan, giro, deposito, kendaraan, dan properti yang diblokir, baik itu yang atas nama saya sendiri, atas nama istri saya, atas nama anak-anak saya, yaitu Rheza Herwindo, Dwina Michaella, Gavriel Putranto dan Giovanno Farrel Novanto, agar dapat dicabut pemblokirannya, karena berdasarkan fakta persidangan tidak ada kaitan langsung dengan perkara ini," ujarnya.

Sebelumnya, mantan ketua DPR Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-el tahun anggaran 2011-2012. Selain hukuman badan, jaksa KPK juga menuntut agar Novanto membayar pidana pengganti senilai 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan subsider tiga tahun kurungan dan pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menyelesaikan hukuman pokoknya.

Dalam perkara ini, Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-el. Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte LTd dan Delta Energy Pte Lte yang berada di Singapura, Made Oka Masagung.

Sementara itu, jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp 2,3 triliun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement