Kamis 12 Apr 2018 19:44 WIB

Bawaslu Siap Kawal PKPU Soal Fasilitas Negara untuk Capres

Jokowi sebagai capres pejawat dinilai bisa menggunakan fasilitas negara.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalo.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang pencalonan presiden untuk 2019 mendatang masih terus dikaji hingga saat ini. Namun, salah satu norma yang dibicarakan mengenai norma larangan penggunaan fasilitas kepresidenan untuk calon presiden dari pejawat.

Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo memastikan Bawaslu akan mengatur secara teknis langkah langkah pencegahan dalam pengawasan tahapan kampanye. Khususnya, berkaitan dengan penggunaan fasilitas negara oleh capres dari pejawat.

Ia menegaskan, Peraturan Bawaslu (PerBawaslu) terkait hal itu disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Yang akan kita tindak lanjuti di PerBawaslu, Bawaslu berkaitan dengan penggunaan fasilitas negara terhadap calon presiden dan wapres dan pembolehan dan pengecualian yang diatur dalam UU. Kami tidak boleh mengatur di luar UU," ujar Ratna saat dihubungi wartawan, Kamis (12/4).

Namun demikian, untuk penyusunan PerBawaslu itu, saat ini Bawaslu masih menunggu KPU yang kini masih menggodok PKPU tersebut. Saat ini juga kata Ratna, Bawaslu tengah mengawasi proses penyusunan PKPU pencalonan presiden oleh KPU.

"Jika sudah ada norma PKPU dan kemudian dinormakan itu tentu itu jadi fokus pengawasan kami. Tugas kami sekarang mengawal PKPU itu apakah PKPU itu bersesuaian atau tidak dengan UU," ujar Ratna.

Meski begitu, Ratna meminta agar aturan terkait larangan penggunaan fasilitas negara kepada capres pejawat juga harus dibuat secara detail dan jelas. Khususnya mengenai fasilitas negara yang melekat dengan presiden sehingga diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan.

Karena berkaitan itu, presiden maupun wakil presiden tunduk di aturan berbeda saat ia memjadi peserta pemilu dan saat ia menjalankan fungsinya sebagai kepala negara dan juga kepala Pemerintahan. Sehingga Bawaslu, kata Ratna, harus mempunyai kepastian di dalam melakukan pengawasan.

"Karena melekat status presiden dan juga calon, ketika tidak cuti berarti kan jalankan tugas negara ini, nah dalam tugas negara itu apakah tidak dimanfaatkan untuk kepentingan Pilpres. itu yang jadi fokus kami. Jadi ini memang harus diatur secara detil. pertama oleh UU dan PKPU itu terkait apa saja soal mobil, protokoler ajudan itu yang harus detil," kata Ratna.

Ratna juga memastikan, Bawaslu akan memperlakukan semua capres baik dari pejawat maupun nonpejawat sama dalam hal pengawasan di Pilpres 2019. Sebab, saat presiden maupun wakil presiden saat berstatus sebagai calon sama kedudukannya dalam Pemilu.

"Sehingga perlakuan Bawaslu harus sama. kecuali hak-hak yang dikecualikan dan dibolehkan dan membuat pejawat dlm hal ini presiden memiliki berbeda. Begitu ketika terjadi pelanggaran yang tidak dikecualikan Bawaslu harus menindaklanjut karna kita harus bersikap adil dalam pengawasan," ujar Ketua Bawaslu Sulawesi Tengah tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement