Senin 09 Apr 2018 01:00 WIB

Pemprov Bahas Gagasan Warga Soal Pembentukan RT/RW Kalcit

Pemprov telah menerima aduan pihak warga dan pengelola tentang pembentukan RT/RW.

Rep: Sri Handayani/ Red: Reiny Dwinanda
Kalibata City
Foto: kalibatacity.com
Kalibata City

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan pembahasan tentang pembentukan pengurus rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) di Apartemen Kalibata City (Kalcit) terus dilakukan. Rapat secara internal telah dilakukan untuk membahas hal tersebut pada Jumat (6/4) lalu.

"Yang jelas sampai saat ini kami sedang melakukan pembahasan terkait hal tersebut. Jadi masih tetep kita bahas," kata Premi saat dihubungi Republika.co.id beberapa waktu lalu.

Premi mengatakan, pengaduan dari kedua belah pihak, baik pengelola maupun warga, telah sampai ke Pemprov DKI. Pihaknya akan mengundang lurah, camat, wali kota, dan perwakilan biro hukum untuk melakukan penelaan terhadap pembentukan RT/RW tersebut.

"Rapat itu akan membahas proses pembentukan RT/RW di Apartemen Kalibata City. Akan dibahas pula apakah proses tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 171 tahun 2016 tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga di wilayah DKI Jakarta," jelas Premi.

Menurut Premi, wewenang pembentukan RT/RW sebenarnya ada di tingkat kelurahan. Akan tetapi, hal ini menjadi pembahasan Biro Tapem menyusl adanya pengaduan yang masuk ke biro tersebut.

"Ini karena laporan kedua belah pihak sudah masuk ke provinsi," kata dia.

Perwakilan Komunitas Warga Apartemen Kalibata City, Wenwen Zi, mengatakan pengelola seharusnya mendukung pembentukan RT/RW. Kepengurusan ini akan memudahkan pengelola dalam melakukan pengawasan di kawasan Apartemen Kalibata City. Dengan begitu, kehidupan di lingkungan apartemen akan menjadi lebih tertib dan kinerja pengelola akan dinilai lebih baik.

"Warga bingung kenapa mereka kok menolak RT/RW," ujarnya.

Wenwen menjelaskan pembentukan pengurus RT/RW ini merupakan inisiatif warga. Wenwen mengaku warga telah berkonsultasi terlebih dahulu kepada pihak pengelola sebelum gagasan ini direalisasikan.

Pada awalnya, pihak pengelola mendukung ide tersebut. Pengelola bahkan memfasilitasi pembentukan panitia pemilihan ketua RT dan RW. Rencananya, akan ada 18 RT yang dipilih. Hingga saat ini baru ada 11 RT yang terbentuk.

"Sesudah itu, sesudah terpilih 11 pengurus, pengelola berhenti. Justru menghambat," ucap Wenwen.

Meski mendapat tentangan dari pengelola, warga melanjutkan upaya pembentukan RT dan RW tersebut. Warga mengajukan pengurus RT kepada Lurah, Camat, hingga ke Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Provinsi DKI Jakarta.

Berdasarkan Pergub Nomor 171 tahun 2016, dinyatakan bahwa setiap RT terdiri dari paling sedikit 80 kepala keluarga (KK) dan paling banyak 160 KK dalam satu cakupan batas wilayah tertentu. Setiap RW terdiri dari paling sedikit delapan RT dan paling banyak 16 RT dalam satu cakupan batas wilayah tertentu.

Pembentukan RT dan/atau RW pada rumah susun menyesuaikan kebutuhan dan kondisi bangunan setempat tanpa harus memenuhi persyaratan 80-160 KK. Apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut maka RT dan/atau RW menginduk/bergabung

dengan RT dan/atau RW terdekat yang ditetapkan dengan Keputusan Lurah.

Apabila dalam hal rumah susun perlu dibentuk RT dan/atau RW sendiri, maka

Lurah berkoordinasi dengan pengelola gedung atau pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) dengan tetap memenuhi persyaratan dan mekanisme pemilihan pengurus RT dan/atau RW.

Apabila terjadi permasalahan dalam hal pemilihan pengurus RT dan/atau RW dan/atau ada permasalahan lain yang dinilai dapat mengganggu pelayanan masyarakat, maka lurah dapat menunjuk careteker dari PNS sampai dengan terbentuknya kepengurusan RT dan/ atau RW yang baru dan jabatan careteker paling lama tiga bulan dan sesudahnya dapat dievaluasi kembali.

Careteker ketua RT dan/atau RW mempunyai hak dan kewajiban yang sama

sebagaimana Ketua RT dan/atau RW definitif. Careteker Ketua RT dan/atau RW dapat menjabat di beberapa lokasi RT dan/atau RW dan membentuk kepengurusan sementara RT dan/atau RW yang berasal dari pengurus Perhimpunan Pemilik dan

Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS)/pemilik/penghuni yang ditetapkan dengan keputusan lurah.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sandiaga Uno mencermati komunikasi antara para penghuni dengan pengelola apartemen sering kali kurang harmonis. "Ini fenomena semua apartemen yang ada di Jakarta. Pemerintah mestinya ada di tengah antara penghuni dan developer," kata Sandiaga.

Idealnya, menurut Sandiaga, setelah apartemen selesai dibangun, pihak pengembang menyerahkan pengelolaan apartemen kepada penghuni melalui pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Akan tetapi, proses serah terima ini sering kali tidak berjalan mulus dan berujung pada kesalahpahaman antara kedua belah pihak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement