REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Kalibata City, Jakarta menyayangkan pernyataan sejumlah penghuni yang meminta penggantian pengelola apartemen Kalibata City menyusul terungkapnya praktik prostitusi di sana. Dewan Pembina P3SRS Kalibata City Musdalifah menilai permintaan pergantian pengelola tersebut sebagai hal yang berlebihan.
Musdalifah mengatakan hal itu justru dapat membuat suasana tidak kondusif. Ia menilai permasalahan utama munculnya kasus prostitusi bukan berasal dari pengelola, melainkan dari agen properti nakal yang menyewakan unit apartemen secara harian.
Padahal sudah sejak lama pengelola dengan tegas melarang agen properti menyewakan unit apartemen secara harian. "Karena prostitusi itu muncul dari sewa-sewa harian itu. Pihak kepolisian juga sudah menyatakan bahwa pelaku sendiri berasal dari luar kawasan apartemen. Jadi kalau sewa harian itu bisa berasumsikan apartemen ini layaknya hotel," katanya di Jakarta, Ahad.
Menurut Musdalifah, dalam melakukan pengawasan memang tidak bisa seluruhnya dibebankan kepada petugas sekuriti maupun badan pengelola.
Para penghuni pun sebenarnya memiliki petugas sendiri dalam mengawasi lingkungan, yakni Tenant Safety Officer (TSO). Di setiap tower apartemen Kalibata City terdapat dua TSO. Untuk memaksimalkan fungsi pengawasan tersebut, rencananya TSO ini akan ditambah menjadi lima orang di setiap tower.
"TSO ini adalah penghuni apartemen sendiri dan tidak dibayar, tapi ini dilakukan secara sukarela demi kenyamanan dan keamanan bersama," katanya.
Keberadaan TSO ini, lanjut Musdalifah, untuk melengkapi fungsi pengawasan di apartemen. Sebab penghuni merupakan orang yang mengetahui suasana dilingkungannya sendiri.
"Sekuriti tidak akan tahu atau bisa menilai jika ada wanita yang sudah 'dipesan' dan masuk wilayah sini, bisa saja saat masuk penampilannya sopan," katanya.
Jadi menurut dia, penggantian badan pengelola tidak menjamin menghilangkan praktik prostitusi secara seketika. Ia justru menduga ada kepentingan tertentu dari upaya penggantian pengelola ini.
"Saya sudah tinggal lama di sini dan pengelolaannya sangat baik, itu juga diakui oleh mayoritas penghuni disini. Yang kami khawatirkan adalah segelintir orang yang minta pergantian ini punya maksud tertentu dengan mendorong isu prostitusi ini ke arah lainnya,"ujarnya.
Sementara itu, warga Kalibata City terbelah soal ketidakpuasan terhadap pengelola. Kanis, yang merupakan penghuni Tower Flamboyan apartemen Kalibata City, menuding kelompok yang meminta pergantian pengelola dan mengatasnamakan penghuni tersebut justru tidak pernah aktif di lingkungannya.
"Mereka baru banyak bicara ketika terjadi kasus-kasus. Seharusnya warga yang baik mendorong Kalibata ini ke arah yang baik juga, ini justru sebaliknya," katanya.
Kanis mengatakan, selama 10 tahun terakhir ia tinggal di Kalibata City, pengelolaan yang dilakukan sangat profesional dan mengutamakan kenyamanan penghuni Kalibata City.
"Kalau pengelola itu korup atau tidak becus, baru kita dukung untuk diganti. Tapi saya lihat selama ini bagus," katanya.
Menurut Kanis, kelompok yang mengatasnamakan penghuni tersebut memang tidak pernah kehabisan akal untuk berusaha menguasai Kalibata City.
Dia megungkapkan mereka mengajak para penghuni untuk berdemo terkait pengelolaan apartemen, namun demo tersebut tidak terealisasi lantaran tidak ada massa yang mau ikut. Sebelumnya mereka juga pernah melayangkan gugatan ke pengadilan terkait layanan air dan listrik yang sampai saat ini belum terbukti kebenarannya.
Sementara itu, Perwakilan Komunitas Warga Apartemen Kalibata City, Wenwen Zi, mengatakan pengelola dinilai gagal mengatasi masalah prostitusi di Apartemen Kalibata City. Padahal, kasus ini sudah terjadi secara berulang.
"Dari dulu kan prostitusi ini muncul lagi, muncul lagi," kata Wenwen saat dihubungi Republika via telpon, Kamis (5/4).
Wenwen juga menuturkan, banyak sekali ketidakpuasan warga terhadap pengelola. Pengelola dinilai memperlakukan warga secara semena-mena. Pengelola juga tidak transparan dalam mmelaporkan pengelolaan keuangan mereka.
"Uang-uang yang dibayarkan tidak transparan. Jadi memang pengelola tidak memuaskan," kata dia.
Wakil Gubernur Jakarta Sandiaga Uno mengatakan harus ada keterlibatan aktif dari warga untuk mengatasi masalah prostitusi di apartemen Kalibata. Sayangnya, komunikasi antara para penghuni dan pengelola sering kali kurang harmonis.
"Ini fenomena semua apartemen yang ada di Jakarta. Pemerintah mestinya ada di tengah antara penghuni dan developer," kata Sandiaga.
Idealnya, kata Sandiaga, setelah apartemen selesai dibangun. Pihak pengembang menyerahkan pengelolaan apartemen kepada Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Sayangnya, proses serah terima ini sering kali tidak berjalan mulus dan berujung pada kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengamankan empat orang terkait prostitusi di Kalibata City.
Empat orang tersebut berinisial SL alias M (50), IP alias R (27) dan MP alias N (21) sebagai mucikari dan YP alias Y (19).
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary mengatakan bahwa para pekerja seks komersial di Apartemen Kalibata City bukanlah penghuni apartemen, melainkan didatangkan dari Cipete, Jakarta Selatan.
Ishak Lopung General Manager Kalibata City dalam sejumlah kesempatan menyatakan dukungan penuh terhadap kepolisian untuk menuntaskan kasus prostitusi ini. Sebab keberadaannya mengganggu kenyamanan penghuni.
Ia mengatakan bahwa YP, petugas kebersihan yang diduga mengantarkan pelaku prostitusi ke kamar bukanlah pegawai Pengelola Apartemen Kalibata City, melainkan petugas dari agen properti.
Saat ini, pengelola tengah memeriksa seluruh agen properti yang dititipkan unit-unit apartemen oleh para pemiliknya untuk disewakan.
Jika diketahui ada agen yang terbukti menyewakan secara harian dan terlibat praktik prostitusi maka akan dicoret sebagai agen di apartemen Kalibata City.
"Jika terbukti, kami juga akan umumkan ke penghuni agar agen tersebut tidak bisa beroperasi disini," ujarnya.