Kamis 30 Jan 2020 05:17 WIB

Laporan Orang Hilang Ungkap Prostitusi Anak Kalibata City

Rata-rata korban prostitusi Kalibata City adalah anak putus sekolah.

Apartemen Kalibata City menjadi lokasi dugaan praktik prostitusi anak.
Foto: Republika/Muslim AR
Apartemen Kalibata City menjadi lokasi dugaan praktik prostitusi anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbongkarnya praktik prostitusi dan eksploitasi terhadap anak di Apartemen Kalibatan City, Jakarta Selatan, berawal dari laporan warga terkait orang hilang. Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Bastoni Purnama, Rabu (29/1), mengatakan laporan orang hilang tersebut diterima oleh Polres Metro Depok pada 23 Januari 2020.

"Ketika Polrestro Depok melakukan pencarian terhadap orang hilang, berdasarkan informasi dan bukti-bukti, korban berada di Apartemen Kalibata City," kata Bastoni.

Baca Juga

Setelah mendapatkan informasi tersebut, petugas lantas melakukan penggerebekan di lokasi. Ternyata benar orang yang dilaporkan hilang tersebut berada di Apartemen Kalibata City bersama tiga korban praktik prostitusi dan eksploitasi anak.

Selain mendapati para korban eksploitasi dan orang hilang, petugas Kepolisian juga mendapati enam pelaku praktik prostitusi dan eksploitasi anak. Petugas lantas melakukan penangkapan terhadap enam pelaku tersebut dengan inisial masing-masing AS (17), NA (15), MTG (16), ZMR (16), JF (29) dan NF (19).

Selain itu, petugasjuga mengamankan korbannya, yakni JO (15), AS (17) dan NA (15). Dari ketiganya, korban utama adalah JO, sedangkan AS dan NA juga bertindak sebagai pelaku yang melakukan perdagangan dan penyiksaan terhadap JO.

Sementara itu, korban yang dilaporkan hilang ditemukan juga hampir menjadi korban perdagangan orang dan kini diamankan oleh Polres Metro Depok. "Baru sempat disebar di medsos tapi belum disuruh melakukan, berhasil diamankan dan ditangani Polrestro Depok," kata Bastoni.

Bastoni menyebutkan, para pelaku memperdagangkan anak-anak di bawah umur tersebut untuk melayani pria hidung belang. Caranya dengan beriklan menggunakan aplikasi Michat dan Wechat.

Para korban tersebut dibayar dengan tarif berkisar antara Rp 350 ribu hingga Rp 900 ribu per orang. Dari jumlah yang didapatkan para korban disetor kepada pelaku sebesar Rp 100 ribu, lalu Rp 50 ribu untuk joki dan sewa apartemen per hari Rp 350 ribu.

"Rata-rata korban adalah anak-anak putus sekolah. Mereka diimingi pekerjaan dan penghasilan," kata Bastoni.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement