Kamis 05 Apr 2018 18:13 WIB

PWNU Jatim Siap Mediasi Antara Sukmawati dan Kiai Sepuh NU

Ketua PWNU Jatim mengatakan siap membantu Sukmawati bersilaturahmi dengan Kiai Sepuh.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Bayu Hermawan
Sukmawati Soekarnoputri memberikan keterangan pers terkait polemik puisi
Foto: Antara
Sukmawati Soekarnoputri memberikan keterangan pers terkait polemik puisi "Ibu Indonesia" di Jakarta, Rabu (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Hasan Mutawakkal Alallah mengatakan, bahwa PWNU Jatim siap membantu diadakannya forum silaturahmi antara Sukmawati Soekarnoputri dan para kiyai sepuh di kantor PWNU Jatim. Ia mengajak agar Sukmawati melakukan silaturahmi ke para kiyai atau tokoh agama NU di Jatim dengan dimediasi oleh pihak kepolisian.

Sebelumnya, PWNU Jatim telah menyampaikan surat aduan ke Polda Jatim terkait puisi yang dibacakan oleh putri Proklamator RI Soekarno itu pada acara Indonesia Fashion Week 2018 di Jakarta pekan lalu. Hasan mengatakan, laporan yang diajukan oleh PWNU Jatim sudah dimasukkan ke kepolisian sebagai delik aduan. Ia menyerahkan kasus tersebut untuk selanjutnya diproses oleh pihak kepolisian. Saat ada aduan, kepolisian biasanya akan menggelar mediasi antara pihak pengadu dan teradu supaya tercapai perdamaian atau islah. Jika tidak tercapai kata damai, kata dia, kasus itu bisa berlanjut ke KUHAP.

Akan tetapi, PWNU Jatim menurutnya tidak menutup diri pada kemungkinan islah dalam pelaporan ini. Jika Sukmawati memang bersedia menyampaikan permintaan maaf dengan tulus, ia mengatakan siap untuk mengadakan mediasi atau silaturahmi dengan mempertemukan Sukmawati dan para kiyai sepuh di Jatim.

"Saya yakin kiyai-kiyai kita sangat bijak dalam menghadapi persoalan seperti ini. Proses hukum bisa tidak berlanjut, dengan catatan Sukma meminta maaf dan melakukan taubatan nasuha. Tentunya Sukmawati istighfar dulu sama Allah, dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi," kata Hasan saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (5/4).

Meskipun mereka telah mengajukan pelaporan atas puisi Sukmawati, namun Hasan mengatakan di satu sisi mereka juga diajari oleh para kiyai dan guru di lingkungan komunitas pesantren NU agar berlapang dada. Menurutnya, ajaran para kiyai sepuh NU tersebut mengkuti perjalanan Rasulullah SAW yang sangat pemaaf. Apalagi jika yang bersangkutan telah meminta maaf. Karena menurutnya, setiap orang bisa berbuat salah.

"Sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang menyadari kesalahan dan bertaubat. Oleh karena itu, kalau memang Sukmawati meminta maaf dengan tulus dan mengambil pelajaran, dan tidak lagi mengekspresikan diri dengan hal-hal sensitif dan mengandung SARA, silahkan silaturahmi," lanjutnya.

Hasan mengatakan, kasus yang menimpa Sukmawati berbeda dengan kasus yang terjadi pada Tjahaja Basuki Purnama atau Ahok. Menurutnya, kasus Ahok terkait dengan penistaan agama yang dilakukan oleh non-Muslim. Di samping itu, kata dia, sikap Ahok dalam menerima kritikan juga berbeda. Sedangkan Sukmawati, menurutnya, adalah keluarga dari proklamator kemerdekaan RI dan seorang Muslimah. Apalagi, kata Hasan, Sukmawati juga sudah meminta maaf kepada umat Islam. Karena itu, ia mengatakan kasus menyangkut Sukmawati ini bisa dima'afkan dan proses pelaporan bisa saja dianggap selesai setelah dilakukan mediasi.

Ia mengatakan, ayah Sukmawati, Soekarno, sangat menghormati agamanya. Bahkan, Soekarno selalu berkonsultasi dengan para kiyai dalam setiap mengambil keputusan penting. Dengan kecerdasannya, Hasan mengatakan Soekarno mampu mempertemukan budaya Indonesia dengan syariat Islam. Sehingga kemudian, Soekarno menciptakan falsafah hidup bernegara yang dikenal dengan Pancasila.

Hasan menuturkan alasan pengaduan yang diajukan mereka terkait puisi Sukmawati ke Polda Jatim. Ia mengatakan, puisi berjudul 'Ibu Indonesia' itu memiliki substansi yang berindikasi menista agama Islam. Hal itu karena substansi puisi tersebut membandingkan antara idiom agama dengan budaya, terutama budaya Jawa. Ia menilai, isi puisi tersebut seperti melecehkan terhadap idiom agama yang dianggap mereka tidak santun.

Pelaporan tersebut, menurutnya, diajukan agar mereka dapat mengkanalisasi keresahan masyarakat, agar hal tersebut tidak dimanfaatkan oleh pihak ketiga. Terutama, kata dia, mereka yang menginginkan agar Indonesia khususnya Jatim timbul gejolak sosial. Atas dasar itulah, Hasan mengatakan PWNU Jatim mengambil langkah cepat, di antaranya meminta aparat kepolisian memproses aduan tersebut.

Selain itu, Hasan mengatakan PWNU Jatim juga mengimbau masyarakat, khususnya umat Islam, agar menanggapi isu ini dengan kedewasaan dan tidak dengan emosional, apalagi dengan tindakan arogan atau melibatkan massal. Karena tidak bisa dipungkiri, menurutnya, isi puisi Sukmawati mengganggu keberagaman di Indonesia. Apalagi menjelang tahun politik, isu SARA menurutnya menjadi sangat sensitif dan bisa dengan mudah dijadikan sebagai kampanye hitam.

"Kita harapkan dengan silaturahim itu, warga Nahdliyin dan Nahdliyat bisa menjadikan langkah-langkah para kiyai sebagai panutan di dalam menghadapi kasus semacam ini. Sehingga tidak mudah terseret oleh gerakan yang sengaja ingin memporak-porandakan kemapanan sosial di negeri ini," tambahnya.

Di sisi lain, Hasan mengatakan negeri ini tengah menghadapi ancaman berbagai aspek, seperti liberalisme dan kapitalisme, yang ingin membuang norma agama dari urusan duniawi. Selain itu, menurutnya, banyak golongan yang melakukan formalisme agama dan bahkan politisasi agama, yang kemudian menabrak pilar-pilar bangsa.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement