Selasa 27 Mar 2018 17:58 WIB

BNPB: 197 Bencana Longsor Terjadi di Indonesia Selama 2018

Bencana longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia Sutopo Purwo Nugroho  memberikan penjelasan kepada media terkait bencana longsor di brebes dan kerawanan bencana alam longsor di wilayah Indonesia yang bertempat di Jakarta, Jumat (23/2).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia Sutopo Purwo Nugroho memberikan penjelasan kepada media terkait bencana longsor di brebes dan kerawanan bencana alam longsor di wilayah Indonesia yang bertempat di Jakarta, Jumat (23/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana longsor selama 2018 yaitu Januari hingga Maret, sebanyak 197 kejadian tanah longsor terjadi di Indonesia. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengakui, longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa.

"Selama 2018 dari Januari hingga 27 Maret 2018 terdapat 197 kejadian tanah longsor," katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (27/3).

Ia menambahkan, longsor menyebabkan 53 orang meninggal dunia, 60 orang luka-luka, 33.058 orang menderita dan mengungsi, 1.369 unit rumah rusak, dan 29 bangunan publik rusak. Sutopo mengakui, dibandingkan dengan jenis bencana lain, longsor adalah bencana yang mematikan.

Selama 2018 ini, kata dia, banjir menyebabkan 34 orang meninggal dunia, puting beliung 12 orang, dan gempa satu orang. Bahkan sejak 2014 hingga 2018 longsor menjadi bencana yang paling mematikan. Seringkali longsor tebing tidak terlalu besar, namun menimbun rumah di bawahnya sehingga satu keluarga menjadi korban.

Banyaknya masyarakat yang terpapar dari potensi bencana longsor menyebabkan longsor memakan korban selama musim penghujan. "Ada sekitar 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan longsor tinggi hingga sedang," ujarnya.

Di satu sisi, kata dia, kemampuan mitigasi mereka masih sangat minim. Umumnya masyarakat yang menderita longsor adalah masyarakat yang kemampuan ekonominya di bawah. Masyarakat ini yang tinggal di lereng-lereng perbukitan, pegunungan atau tebing yang curam tanpa ada mitigasi yang memadai sehingga sangat rentan.

Pemerintah terus membangun dan meningkatkatkan mitigasi longsor, namun masih terbatas. "Saat ini baru terpasang sistem peringatan dini longsor sekitar 200 unit di Indonesia. Sedangkan kebutuhannya ratusan ribu unit," ujarnya.

Karena itu, Sutopo meminta penataan ruang harus benar-benar dikendalikan. Artinya, zona berbahaya longsor sedang dan tinggi sebaiknya tidak untuk dikembangkan menjadi permukiman.

Masyarakat yang sudah terlanjur tinggal di zona berbahaya tersebut hendaknya diproteksi dan ditingkatkan kemampuan mitigasinya. Namun, hal ini tidak mungkin semuanya dilakukan pemerintah.

BNPB meminta dunia usaha atau swasta dan masyarakat juga harus terlibat membantu masyarakat. "Jika tidak, longsor akan selalu menjadi bom waktu. Terjadi longsor dengan hujan sebagai pemicunya," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement