Kamis 22 Mar 2018 17:25 WIB

YLKI Sebut Taksi Daring tak Miliki Standar Keamanan

Taksi daring diminta menyediakan layanan aduan 24 jam.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.
Foto: dok. Republika
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan taksi daring tidak memiliki standar keamanan dan keselamatan. Terutama untuk melindungi konsumen atau pengguna taksi daring tersebut.

"Kalau dulu masyarakat atau konsumen mengatakan naik taksi daring lebih aman dan nyaman, kini sudah menjadi mitos belaka," kata Tulus di kawasan Menteng, Kamis (22/3).

Berangkat dari kasus pembunuhan Yun Siska Rokhani yang dilakukan oleh pengemudi taksi daring, menurut Tulus menjadi puncak yang menunjukkan taksi daring tidak aman. Dibandingkan taksi reguler, Tulus menilai taksi daring sangat berisiko untuk penumpang.

Selain itu, identitas penumpang yang diketahui jelas oleh pengemudi taksi daring juga menurutnya berpotensi untuk merugikan konsumen. "Kalau begini driver tahu betul identitas konsumen bahkan lokasi rumah atau kantor. Semisal konsumen menyampaikan rating buruk, itu berarti bisa saja driver dengan mudah berlaku jahat jika tidak terima dengan penilaian konsumen," ungkap Tulus.

Untuk itu, Tulus meminta aplikator taksi daring harus menyediakan call center yang bisa dihubungi selama 24 jam untuk penanganan pengaduan. Dengan begitu, jika ada kasus kejahatan seperti yang dialami Siska maka penanganan bisa lebih cepat.

Dengan adanya kasus pembunuhan konusmen taksi daring, menurut Tulus juga hal itu membuktikan aplikator tidak mempunyai standar yang jelas dalam melakukan rekrutmen kepada pengemudinya. "Hal ini juga menjadi bukti nyata, mitos belaka bahwa taksi online lebih aman daripada taksi meter (taksi reguler)," tutur Tulus.

Untuk itu, Tulus mendesak Kementerian Perhubungan dan kepolisian secara tegas menerapkan Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Tulus menilai implementasi PM 108 masih terlalu longgar. "Harus dibuat Permenhub yang sejalan dengan misi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yakni hak konsumen untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan saat menggunakan taksi daring," jelas Tulus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement