Rabu 21 Mar 2018 18:34 WIB

Pelantikan Pimpinan Baru MPR Disepakati Pekan Depan

Pelantikan Wakil Ketua MPR baru akan dilakukan pada Senin (26/3) mendatang.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Gabungan antara Pimpinan MPR, Pimpinan Fraksi, dan DPD RI memutuskan akan melakukan pelantikan Wakil Ketua MPR pada Senin (26/3) mendatang. Dari semua fraksi yang hadir, PPP menjadi satu-satunya partai yang keberatan dengan keputusan penunjukkan kursi Pimpinan MPR diberikan kepada PKB.

"Jadi, kita akan lantik hari Senin, jam 10 atau siang nanti akan diputuskan lebih lanjut," ungkap Ketua MPR Zulkifli Hasan yang menjadi pemimpin rapat gabungan tersebut di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/3).

Zulkifli menjelaskan, rapat gabungan yang dilakukan untuk menindaklanjuti Undang-Undang (UU) No. 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terkait penambahan Pimpinan MPR itu telah menyepakati tiga calon pimpinan MPR yang baru. Mereka adalah Ahmad Basarah dari PDI Perjuangan, Ahmad Muzani dari Partai Gerindra, dan Muhaimin Iskandar dari PKB.

"Semua sepakat ini lebih cepat lebih bagus. Itulah suara ya. Didahului penyesuaian rancangan tata tertib juga sudah tadi, sudah diketuk," ujar politikus PAN itu.

Menurut Zulkifli, dalam memutuskan sesuatu, MPR selalu melakukan musyawarah dan mufakat. Hal itu sudah berlangsung selama empat tahun ke belakang. Dirinya bersyukur, walaupun ada perbedaan, semua dapat berjalan dengan baik dengan bermufakat.

"Kami bersyukur, walaupun ada perbedaan-perbedaan, tapi itulah aslinya nilai-nilai kita. Nilai-nilai ke-Indonesiaan, kalau kita mufakat, semua selesai dengan baik," jelasnya.

Pada rapat gabungan itu, fraksi PPP menjadi satu-satunya fraksi yang menyatakan keberatan terkait keputusan rapat. Mereka juga menyatakan tak ikut bertanggung jawab dengan hasil keputusan rapat tersebut. Mereka mempersoalkan penafsiran pasal 427A huruf c UU No. 2 Tahun 2018.

"Pasalnya sudah jelas di situ disebutkan, kursi Wakil Ketua MPR tambahan ini diberikan kepada partai politik yang memperoleh suara terbanyak ya, suara terbanyak di DPR dalam pemilu 2014," jelas Ketua Fraksi PPP MPR Arwani Thomafi.

Frasa "suara", kata dia, merupakan sesuatu yang sangat berbeda dengan frasa "kursi". Karena itu, kedua frasa teresebut tidak bisa diartikan sama atau dianggap sama. Menurut dia, kedua frasa tersebut sangat berbeda dan tak pernah dibuat sama di dalam peraturan perundang-undangan.

"Suara terbanyak di DPR itu artinya suara terbanyak dalam pemilu di DPR, bukan DPRD Provinsi atau Kabupaten gitu," katanya.

Jika mengacu pada pengertian yang ia sebutkan itu, maka suara terbanyak ke-6 dalam pemilu 2014 lalu adalah partainya Zulkifli, PAN. Pada UU No. 2 Tahun 2018 memang disebutkan kursi Pimpinan MPR akan diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam pemilu 2014 urutan ke-1, ke-3, dan urutan ke-6.

"Kami tidak mengingkari adanya kesepakatan-kesepakatan dulu, yang melatarbelakangi pembuatan UU. Tetapi, kalau mau kita implementasi sebuah UU, ya kita harus melihat kata-katanya. Kita bisa pakai tafsir literalis, di situ ada suara, ini sangat berbeda dengan kursi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement