REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR yang juga Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Puan Maharani enggan menjawab isu revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) di program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas. Ia pun menggelengkan kepalanya.
Saat ditanyakan isu lain, soal pernyataan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin mengambil alih partainya. Ia juga menggelengkan kepalanya.
Diketahui, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menjelaskan masuknya revisi UU MD3 memang sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas sejak 2019. Sehingga, ia memastikan bahwa masuknya RUU tersebut tak ada kaitannya dengan isu perebutan kursi Ketua DPR antara Fraksi PDIP dengan Fraksi Partai Golkar.
"Jadi RUU MD3 masuk prioritas itu sejak 2019, setiap tahun selalu muncul di RUU Prioritas, nggak ada kaitannya dengan yang sekarang yang lagi rame-rame. Kan harusnya ditanya kenapa 47 RUU itu masuk prioritas, tidak hanya UU MD3, jawabannya sama karena usulan anggota," ujar Baidowi kepada wartawan, Rabu (3/4/2024).
Adapun terkait Hasto, ia sebelumnya menceritakan ihwal Jokowi yang ingin mengambil alih kursi ketua umum PDIP dari Megawati. Upaya tersebut terjadi jauh sebelum pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Lanjutnya, ia menceritakan di kabinet Jokowi yang terdapat "menteri powerful" dan "menteri super powerful". Menteri powerful itulah yang ditugaskan untuk menjembatani Jokowi dengan Megawati.
Setelah itu, Jokowi juga menugaskan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Ryaas Rasyid. Ryaas ditugaskan untuk membujuk Megawati agar posisi ketua umum PDIP diserahkan kepada Jokowi.
Menurutnya, upaya tersebut perlu diwaspadai oleh semua pihak, tak hanya PDIP. Ia pun membandingkan Jokowi dengan Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan.