Selasa 20 Mar 2018 17:54 WIB

Elektabilitas Jokowi akan Naik Jika Disandingi 2 Tokoh Ini

Jawa Tengah masih menjadi daerah yang besar potensinya untuk Jokowi menarik suara.

Presiden Joko Widodo
Foto: EPA/Mick Tsikas
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperkirakan akan meningkat apabila disandingkan dengan ulama seperti Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Ketua PBNU KH Said Aqil. Hendri B Satrio, pendiri lembaga survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI), menilai positif PDIP yang membuka diri untuk calon lain di luar partai.

"Jokowi disandingkan dengan mereka pastinya elektabilitas akan naik. Tapi seberapa naiknya belum tahu. Ini positif kalau PDIP membuka dari luar PDIP sendiri. Apalagi yang dilirik tokoh besar," ujar Hendri kepada Republika.co.id, Selasa (20/3).

Tokoh ulama masuk dalam bursa pilpres bukan lagi hal baru. Sebelumnya, Megawati pernah bersanding dengan tokoh NU Hasyim Nahdlatul Ulama di pilpres. Namun, ia menilai perjalanannya masih jauh untuk memperbesar elektabilitas, butuh banyak sosialisasi.

Sementara, dari sisi wilayah, Jawa Tengah dinilai masih memiliki potensi besar untuk Jokowi menarik suara. Namun, ia belum bisa memprediksi wilayah provinsi besar lainnya, apakah Jawa Barat atau Jawa Timur yang dapat mendulang suara untuk PDIP.

Sebab, meskipun partai pemenang di Jabar bukan PDIP, bukan berarti PDIP akan kalah di provinsi tersebut. Menurut dia, kompetisi konstelasi politik tidak bisa dilihat hitam-putih atau kalah-menang saja, tetapi juga menjadi abu-abu.

"Kalau sekarang ini, semua masih sangat cair. Karena belum ada satu pun pasangan yang mendeklarasikan diri. Kita lihat Agustus nanti," katanya.

Sebelumnya, PDIP menyebutkan bahwa partai terbuka bagi siapa pun yang ingin mengajukan diri sebagai pendamping Jokowi dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019. Tidak terkecuali pada tokoh Muhammadiyah, Din Syamsudin; Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama, Said Aqil Sirodj.

Politisi PDIP Masinton Pasaribu mengatakan, PDIP tidak pernah mendikotomikan kalangan nasionalis dengan agamis, militer dengan sipil, maupun masyarakat Jawa dengan non-Jawa.

"Semuanya adalah elemen kebangsaan, di mana kami terbuka untuk mereka," ujar Masinton ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (19/3). Namun, untuk mengerucutkan penawaran-penawaran tersebut, ia melihat PDIP masih harus melakukan kajian terlebih dahulu sebelum membuat keputusan akhir.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement