Selasa 20 Mar 2018 13:41 WIB

Ketika Nyawa TKI Kembali Melayang di Saudi

Pemerintah Indonesia memprotes hukuman mati kepada seorang TKI, Muhammad Zaini.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Debbie Sutrisno/ Red: Karta Raharja Ucu
Poster bertuliskan penolakan dan selamatkan buruh migrant Indonesia dari hukuman mati  di  depan kantor Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Jakarta,  Selasa (20/3).
Foto:
Poster bertuliskan penolakan dan selamatkan buruh migran Indonesia dari hukuman mati di depan kantor Kedutaan Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Jakarta, Selasa (20/3).

Direktur Migrant Care Wahyu Susilo menilai eksekusi mati yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi kepada Muhammad Zaini Misrin seharusnya tidak dilakukan. Sebab, dalam kasus ini, Zaini dipaksa mengaku membunuh sang majikan oleh pihak keamanan Arab Saudi.

Wahyu menuturkan, sejak ditangkap oleh pihak kepolisian pada 13 Juli 2004, Zaini tidak pernah mendapatkan bantuan hukum yang layak. Termasuk untuk penerjemah Zaini pun dianggap tidak bersikap netral.

"Jadi, memang ada paksaan. Dia (Zaini) dipaksa untuk mengakui bahwa dia telah membunuh majikannya. Zaini pun akhirnya harus menuruti kemauan aparat keamanan karena mendapat tekanan dan paksaan," kata Wahyu dalam konferensi pers, Senin (19/3).

Berdasarkan kronologi yang diterima Migrant Care, Zaini sedianya divonis hukuman mati pada 17 November 2008. Pada 2009, pihak KJRI Jeddah baru mendapatkan akses menjumpai Muhammad Zaini Misrin setelah divonis hukuman mati.

Kepada pihak KJRI Jeddah, Muhammad Zaini Misrin memberi kesaksian bahwa ia dipaksa untuk mengakui perbuatan pembunuhan tarhadap majikan karena mendapat tekanan dari polisi Arab Saudi dan penerjemah. Atas pengakuan Muhammad Zaini Misrin, pada Juli 2009 pihak KJRI Jeddah mengirim surat permohonan kepada Kementerian Luar Negeri ARab Saudi untuk mengupayakan pembebasan atas hukuman mati yang dijatuhkan.

Langkah ini dilanjutkan dengan pendampingan sidang banding atas vonis hukuman mati terhadap Zaini Misrin pada 18 Oktober 2009. Sepanjang 2011 hingga 2014, atas desakan KJRI Jeddah dan bukti-bukti yang di sampaikan dalam Mahkamah Banding, dilakukan investigasi ulang atas kasus ini. Namun, hingga Zaini dieksekusi mati, upaya mendorong agar ada investigasi ulang tidak membuahkan hasil.

Presiden Jokowi juga telah melakukan langkah permohonan pengampunan saat lawatannya ke Saudi pada September 2015. Selain itu, permintaan serupa juga dilayangkan saat kunjungan Raja Salman ke Indonesia pada Maret 2017. Terakhir, pada September 2017, Presiden Jokowi kembali mengirim surat permohonan pembebasan atas kasus Muhammad Zaini Misrin dan kasus-kasus PRT migran yang terancam hukuman mati lainnya.

"Padahal, bukan hanya KJRI, Presiden Jokowi juga sudah beberapa kali mengupayakan pembebasan bagi yang akan dihukum mati kepada petinggi Arab. Tapi, tetap tidak berhasil," ujar Wahyu.

Ketua Pusat Studi Migrasi dari Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, kematian Muhammad Zaini Misrin bisa jadi bukan yang terakhir di Arab Saudi. Sebab, saat ini terdapat 21 TKI yang nasibnya bisa jadi sama dengan Zaini.

Anis mengatakan, dua TKI kemungkinan besar akan sama dengan Zaini dihukum mati karena mereka dalam proses hukum sudah divonis akan mendapatkan hukuman serupa. Kedua TKI ini adalah Tuti Tursilawati dan Eti yang sama-sama dari Majalengka, Jawa Barat.

"Tapi, hukuman yang diberikan kepada mereka sebenarnya karena kedua orang ini mencoba melawan dari kekerasan para majikannya," ujar Anis, Senin (19/3).

Sedangkan, 19 orang lainnya, lanjut Anis, masih dalam proses hukum. Menilik dari kejadian Zaini, bila 19 TKI ini tidak didampingi secara benar oleh perwakilan Pemerintah Indonesia di Arab Saudi, bukan tidak mungkin mereka pun bisa divonis bersalah dan langsung dihukum mati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement