Jumat 09 Mar 2018 23:10 WIB

Kementerian PPPA: 6 dari 10 Perempuan Jadi Korban KDRT

Indonesia menempati peringkat empat negara dengan kasus KDRT tertinggi pada 2016.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Ilustrasi KDRT
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi KDRT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mengungkap enam dari 10 perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Asdep Bidang Pencegahan KDRT Kementerian PPPA Usman Basuni mengungkap, Indonesia menempati peringkat nomor empat negara dengan kasus KDRT tertinggi pada 2016.

Bahkan, kata dia,data SPHPN 2016 menyebutkan bahwa enam dari 10 perempuan mengalami KDRT. "Sayangnya temuan itu tidak menyebutkan secara detail,"

ujarnya saat diskusi Kekerasan dalam rumah tangga dengan tema Implementasi Penyelenggaraan UU PKDRT, di Jakarta, Jumat (9/3).

Namun, dari empat jenis KDRT ini, ia menyebutkan laporan yang banyak masuk ke pihaknya adalah KDRT psikis seperti mendapat kemarahan. Seperti diketahui, KDRT dibagi menjadi empat yaitu fisik, psikis, seksual, dan penelantaran.\

Ia menambahkan, pondasi rumah tangga yang tanpa cinta hingga kurangnya persiapan menikah menjadi penyebab KDRT. Selain itu, kata dia, pendidikan juga menjadi korelasi mengapa masih terjadi KDRT.

"Di Indonesia, rata-rata pendidikannya hanya sampai kelas dua sekolah menengah pertama (SMP), sedangkan Singapura di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Jadi, lihat saja (kasus) KDRT di Singapura tak banyak," katanya.

Ini ditambah dengan pernikahan silang suku, agama atau perbedaan status sosial kaya versus miskin, atau cantik dan ganteng menikah dengan orang buruk rupa. Yang juga menjadi penyebab lain terjadinya KDRT karena seringkali suami berjudi, minum alkohol, narkoba, hingga selingkuh.

Tak hanya itu, pasangan yang gagal merawat cinta juga bisa memicu KDRT. Kemudian meremehkan hal-hal seperti berterimakasih kepada pasangan atau memujinya juga akhirnya bisa menjadi KDRT. "Selain itu, hilangnya dimensi ibadah," katanya.

Untuk mencegah hal ini terus terjadi, ia meminta pasangan yang ingin menikah supaya menyiapkan diri. Ini karena meski hanya satu kata, menikah penuh dengan tanggung jawab. Sebelum menikah, pemikiran pemuda dan pemudi ini harus disiapkan.

Bahkan ia mengusulkan diberi pemahaman mengenai apa itu KDRT. Bahkan, Ilmu mengenai rumah tangga dan KDRT bisa diajarkan sejak anak di bangku sekolah. Akhirnya, pola pikir mengenai KDRT bisa terbentuk sejak dini. Selain itu, Usman menekankan pentingnya mengenyam pendidikan tinggi, utamanya buat perempuan.N

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement