REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting menilai maraknya calon kepala daerah (cakada) yang terlibat korupsi karena calon tersebut memiliki modal sosial yang rendah. Rendahnya modal sosial membuat calon kepala daerah tidak percaya diri sehingga merasa perlu mengeluarkan uang lebih untuk keterpililihannya.
"Kalau kita tidak percaya diri dan tidak punya modal dari diri kita, sosial capital-nya (modal) rendah sehingga dia harus melakukan hal-hal seperti itu," ujar Evi di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta pada Rabu (7/3).
Menurut Evi, negara sebenarnya telah menyediakan pembiayaan untuk kampanye masing-masing pasangan calon. Mulai dari yang berupa alat peraga kampanye dan bahan kampanye difasilitasi oleh KPU.
Namun kampanye yang difasilitasi tersebut, ternyata tidak cukup bagi pasangan calon. Bahkan aturan pembatasan dana kampanye juga tidak dihiraukan oleh pasangan calon kepala daerah.
“Itu kan fungsinya untuk membuat mereka yang mempunyai uang banyak, bisa sama terfasilitasi dan mengurangi biaya kampanye, sehingga mereka tidak perlu mencari-cari biaya dari luar kemampuan dia untuk mengurangi cost politik yang mereka keluarkan," ujar Evi.
Padahal, Evi melanjutkan, calon kepala daerah juga kerap diperingati untuk menjauhi korupsi. Bahkan, penangkapan kepala daerah atau calon kepala daerah oleh KPK juga diharapkan dapat memberi efek jera kepada calon.
"Seharusnya memberikan efek jera kepada orang lain untuk berpikir jauh sebelum melakukan hal semacam itu, tapi ternyata tidak. Masih kurang," kata dia.