Sabtu 03 Mar 2018 00:13 WIB

Bangun Jalur Puncak II, Pemkab Ingin Gandeng Swasta

Keterlibatan pihak ketiga adalah hal yang wajar dan bisa dilakukan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Budi Raharjo
Situasi jalur puncak di simpang Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. (ilustrasi)
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Situasi jalur puncak di simpang Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor terus mencari cara agar pembangunan Jalur Puncak II berjalan secara independen, tanpa uang negara. Sebab, pemerintah pusat telah menetapkan pembangunan ini tidak sebagai skala prioritas dalam waktu dekat.

Kepala Bidang Sarana Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor, Ajat R Jatnika, mengatakan, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melibatkan pengusaha. "Kami bisa mengajak mereka yang telah menghibahkan tanahnya di sana untuk membangun jalan," tuturnya kepada Republika.co.id, Jumat (2/3).

Menurut Ajat, keterlibatan pihak ketiga ini adalah hal yang wajar dan bisa dilakukan dengan sejumlah badan usaha. Misal, badan usaha A membangun sekian ratus meter yang diikuti dengan badan usaha lainnya. Masyarakat pun turut dilibatkan untuk bergotong royong.

Tapi, Ajat menambahkan, Bappedalitbang Kabupaten Bogor akan tetap berupaya menagih realisasi SK Gubernur Jawa Barat Nomor 620/Kep.1532Kep-Admrek/2011 tentang Rencana Umum Jaringan Jalan Provinsi. Menurut, Jalur Puncak II adalah program Pemprov Jabar yang mesti direalisasikan.

Pekan lalu, Pemkab Bogor telah berkoordinasi dengan Bappeda Jawa Barat dan sudah ada keinginan untuk meneruskan Puncak II dengan skema pembiayaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Ajat menjelaskan, tugas Pemkab Bogor adalah pembebasan lahan. Dari 52,5 hektare yang dibutuhkan, kini tinggal tersisa 3,5 hektare. "Sisa ini harus dilakukan tukar menukar lahan karena itu kan milik Perhutani," ujarnya.

Lalu, untuk melaksanakan KPBU inilah yang membutuhkan keinginan kuat dari Pemprov Jabar. Pemkab Bogor sendiri memiliki skema sederhana untuk meneruskan Puncak II.

Menurutnya, jika Puncak II rampung, setidaknya 50 persen beban kendaraan di Jalan Raya Puncak bisa dialihkan. Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama di wilayah Kecamatan Sukamakmur bisa terangkat lewat akses jalan serta jalur distribusi logistik yang membaik.

Ajat mengatakan, Sukamakmur merupakan daerah terendah ketiga soal IPM di Kabupaten Bogor dengan permasalahan utamanya adalah aksesibilitas. "Jadi bukan soal beban Puncak I saja yang sedikit terpecahkan, tapi juga ke indeks ini," ujarnya.

Dari beberapa kawasan, Ajat melihat bahwa yang paling vokal mengenai kelanjutan Puncak II adalah Cianjur. Sebab, saat Jalur Puncak ditutup beberapa hari kemarin, mereka menjadi kawasan yang terkena dampak besar.

Pemerintah pusat saat ini tengah fokus pada membenahi struktur jalan di Jalan Raya Puncak pasca longsor kemarin. "Itu versi pusat kalau Puncak II bukan prioritas atau nanti dulu deh dikerjakannya. Tapi, kalau provinsi mau mengerjakan, ya tidak masalah," kata dia.

Sebelumnya, Direktorat Jendral Bina Marga Kemenpupera, Arie Setiadi Moerwanto, mengatakan, fokus pemerintah saat ini adalah membenahi Jalan Raya Puncak. Rencana, ada pelebaran dan pengerasan di Jalan Raya Puncak yang membutuhkan waktu sekitar dua tahun.

Arie menambahkan, pada tahun ini, pelebaran jalan dimulai dari Gadog hingga Puncak Pass. "Selain proses pelebaran dan pengerasan jalan, Ditjen Bina Marga bersama Pemkab Bogor akan menata parkir dan PKL di sekitar kawasan Puncak," ucapnya.

Penundaan pembangunan Jalur Puncak II, disampaikan Arie, karena harus menunggu selesainya pembangunan Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) dan Sukabumi-Ciranjang-Padalarang.

Apabila semua proyek dibangun bersama, dampaknya akan dirasakan masyarakat, terutama ke Jakarta. "Tunggu penyelesaian ruas Bocimi dan Sukabumi-Padalarang, lihat dampak ke lalu lintasnya seperti apa," ujar Arie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement