Rabu 28 Feb 2018 16:26 WIB

Ada Upaya Pembingkaian di Balik Perebutan Cawapres Jokowi

Padahal suara dukungan masyarakat terhadap Jokowi semakin menurun.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Presiden Joko Widodo
Foto: EPA/Mick Tsikas
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun menilai ada upaya pembingkaian yang memperlihatkan posisi tawar Joko Widodo sebagai bakal calon pejawat Presiden RI saat ini kuat. Meski sebetulnya, suara dukungan masyarakat untuk Jokowi tergolong menurun.

"Mereka yang sedang mengalami penurunan suara ini tentu juga melakukan manuver politik. Salah satunya, dengan meminta sebanyak elite politik yang mendukung beliau, Jokowi, untuk menjadi cawapresnya sehingga orang itu di-framing, 'oh orang ini berbondong-bondong ingin jadi cawapresnya Jokowi, berarti Jokowi kuat'," kata dia, Rabu (28/2).

Dalam kondisi demikian, lanjut Rico, Jokowi pun menikmati pengaruh politiknya seiring dengan adanya parpol-parpol yang mendeklarasikan dukungan untuk mendampinginya sebagai cawapres. Padahal dukungan tersebut, menurut Rico, tidak menaikkan elektabilitas parpol pendukung dan hanya menguntungkan PDIP.

Rico mengatakan, partai pendukung pemerintah selain PDIP, tidak mengalami kenaikan elektabilitas. "Parpol pendukung pemerintah yang paling tinggi elektabilitasnya itu hanya PDIP," ucap dia.

Karena itu, menurut Rico, parpol yang belum menyatakan dukungan kepada Jokowi, justru harus lebih proaktif dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa mereka akan mengusung capres alternatif. Apalagi, menurut survei Median, ada 65 persen pemilih yang mencari presiden selain Jokowi.

Masalahnya, ia melanjutkan, parpol-parpol yang berada di luar garis pemerintahan masih belum memberikan tanda soal pengusungan capres alternatif. "Kami buat pertanyaan kepada responden kenapa Anda tidak memilih tokoh-tokoh alternatif, jawaban paling tingginya adalah karena belum jelas mereka mau maju apa tidak," tutur dia.

"Jadi ini ada gap antara keinginan publik dan keberanian elite politik. Publik ingin ada pemimpin yang baru, elitenya belum berani keluar. Jadi, gayung tidak bersambut. itu yang menurut saya elite politik sekarang ini beranilah mereka, tampil dong," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement