Rabu 21 Feb 2018 17:15 WIB

Sejak Desember, Ada 21 Kasus Penganiayaan Terhadap Ulama

Sejak Desember 2017 lalu hingga saat ini masih terjadi berbagai teror terhadap ulama.

Rep: muhyidin/ Red: Muhammad Subarkah
Pesantren YAPI mendapat penjagaan seusai insiden penyerangan pada Selasa (15/2)
Foto: Antara/Musyawir
Pesantren YAPI mendapat penjagaan seusai insiden penyerangan pada Selasa (15/2)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin melakukan dialog bersama Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Ari Doni Sukmanto dan Kepala Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT), Komjen Suhardi Alius menggelar pertemuan tertutup di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (21/2). Din mengungkapkan, sejak Desember 2017 lalu hIngga saat ini masih terjadi berbagai peristiwa yang menyentih lembaga-lembaga keagamaan, baik terhadap ulama, ustaz, mubaligh, dan juga terhadap pendeta ataupun biksu.

 

Bahkan, ada juga kasus perusakan terhadap tempat ibadah. Menurut dia, dalam pertemuan tersebut, Komjen Ari Doni Sukmanto telah mengungkapkan bahwa ada 21 kasus penganiayaan terhadap ulama di Indonesia. "Ternyata tadi menurut Kabareskrim tadi ada 21 kali selama periode Desember 2017 sampai sekarang 2018," ujar Din usai dialog.

Din mengatakan, akibat adanya kasus penganiayaan tersebut akhirnya muncul persepsi di kalangan umat Islam bahwa kasus penganiyaaan tersebut merupakan sebuah rekayasa. "Nah di kalangan umat Islam, ormas-ormas Islam, itu muncul persepsi yang menyimpulkan ini tidak berdiri sendiri tapi bagian dari rekayasa sistematis. Itu kesimpulan kami," ucapnya.

Namun, menurut Din, dalam dialog tersebut Kabareskrim ataupun BNPT telah menjelaskamln bahwa tidak mempunyai niat yang buruk untuk mengungkap kasus-kasus penganiayaan yang diduga dilakukan oleh orang gila tersebut. Menurut dia, pihak kepolisian juga sudah bekerja keras.

"Kami tadi menfklarifikasikannya dan juga sudah dijawab. Baik Polri Bareskrim dan BNPT berniat baik dan telah bekerja keras," katanya

Hanya saja, dalam penanganan kasus-kasus tersebut, Din menyarankan agar kepolisian tidak cepat mengambil kesimpulan bahwa pelaku penyerangan tersebut dilakukan orang gila, sehingga tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.

"Tolong jangan cepat mengambil kesimpulan sebelum meneliti betul. Sebab kesimpulan itu bisa menjadi boomerang. Kalau semuanya disimpulkan orang gila, ini bisa menimpulkan praduga bahwa kasus ini tidak bisa diselesaikan," jelas Din, yang juga mantan ketum PP Muhammadiyah ini.

(Baca Juga: Wakapolri: Peristiwa Penyerangan Ulama 95 Persen Hoax)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement