Ahad 18 Mar 2018 12:32 WIB

Jokowi Diminta Bentuk Tim Pencari Fakta Penganiayaan Ustaz

Kasus teror dan penganiayaan kepada ustaz yang terkesan banyak penyangkalan.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Ratna Sarumpaet
Foto: Republika/Rakhmawaty La'Lang
Ratna Sarumpaet

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus teror dan penganiayaan terhadap ustaz dan ulama masih memberikan keresahan kepada masyarakat. Kondisi tersebut membuat Gerakan Selamatkan Indonesia (GSI) yang diinisiasi oleh aktivis Ratna Sarumpaet mendorong agar presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta terhadap kasus teror dan penganiayaan terhadap ustaz dan ulama.

Aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet mengungkapkan, pembentukan tim pencari fakta dilakukan agar masalah teror dan penganiayaan terhadap ustaz dan ulama bisa diselesaikan dan dituntaskan secara terbuka kepada masyarakat. "Kita menuntut dibentuk TGPF independen dan bekerja dengan yang benar. (Pembentukannya) diserahkan ke Presiden," ujarnya disela sela acara Bandung Informal Meeting yang diselenggarakan GSI di Hotel Savoy Homan, Kota Bandung, Ahad (18/3).

Dia menuturkan, secara teknis, tim akan melakukan pengusutan terhadap kasus teror dan penganiayaan kepada ustaz dan ulama. Serta menginvestigasi siapa saja yang terlibat. Katanya, orang-orang yang terlibat diharapkan adalah sosok yang kredibel sehingga bisa dipercaya oleh masyarakat.

Selain mendorong pembentukan tim, pihaknya akan mengumpulkan rekomendasi dari berbagai lembaga yang terlibat dalam kegiatan Bandung Informal Meeting terkait keresahan dan kegelisahan terhadap kasus kasus yang menimpa ustaz dan ulama.

Katanya, rekomendasi tersebut akan diserahkan kepada presiden. Ratna menambahkan, keinginan agar presiden membentuk tim pencari fakta independen juga dilandasi oleh pekerjaan aparat kepolisian untuk mengungkap kasus teror dan penganiayaan kepada ustaz yang terkesan banyak penyangkalan.

"Saya tidak mengatakan polisi belum bekerja, tapi di tengah pekerjaan itu, saya menangkap ada penyangkalan. Polisi tidak boleh menyangkal, tapi mengungkap," katanya. Dirinya mencontohkan, pernyataan kepolisian yang mengatakan hanya ada tiga kasus penganiayaan terhadap ustaz dan ulama. Sementara yang lainnya hoaks.

"Itu tidak boleh. Itu hanya boleh dibuka dihadiri oleh banyak orang. Saya merasa ada ketidaksungguhan. Ini kan meneror masyarakat di wilayah kejadian itu," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement