Rabu 21 Feb 2018 06:03 WIB

Mengapa Presiden Belum Tanda Tangani UU MD3?

DPR siap jika UU MD3 digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Rep: Debbie Sutrisno, Dessy Suciati Saputri/ Red: Elba Damhuri
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas (kiri) menyerahkan berkas pembahasan revisi UU MD3 kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2).
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas (kiri) menyerahkan berkas pembahasan revisi UU MD3 kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengklaim Presiden Joko Widodo kaget dengan penjelasan soal Undang-Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Yasonna menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menyangka ada banyak pasal tambahan dalam UU MD3 yang disahkan DPR. Menkumham mengatakan, Presiden kemungkinan besar tidak akan menandatangani UU tersebut.

"Dari apa yang disampaikan, belum menandatangani dan kemungkinan tidak menandatangani," tutur Yasonna di Istana Negara, Selasa (20/2).

Menurut Yasonna, banyak permasalahan yang ada di dalam UU MD3 saat ini. Sebab, ada sejumlah pasal yang dianggap tidak sesuai, seperti hak imunitas anggota DPR dan pasal penghinaan.

Selain itu, ada yang tak wajar dengan pasal pemanggilan paksa. Khusus untuk pasal pemanggilan paksa, pemerintah melihat kebijakan tersebut sebenarnya sudah ada dalam UU sebelumnya. Artinya, hanya tinggal mengatur ketentuan yang tepat dipadukan dengan peraturan kepolisian.

Yasonna menuturkan, sebelum UU MD3 disahkan, pemerintah telah menyetujui mengenai penambahan kursi pimpinan DPR. Namun, setelah revisi mengenai penambahan kursi pimpinan, justru muncul lebih banyak pasal tambahan.

Yasonna bahkan menegaskan, pemerintah mesti melalui perdebatan panjang dan alot untuk tidak menyetujui dua pertiga dari seluruh keinginan anggota DPR. "Lebih dari dua pertiga keinginan yang diminta DPR kalau kita setujui, waduh, itu lebih super powerfull lagi," ujar dia.

Yasonna meminta, terkait pasal penghinaan, tidak semua pernyataan dari masyarakat yang dianggap menghina langsung dianggap merendahkan konstitusi. Harus ada penyaringan atas tuduhan penghinaan tersebut apakah secara personal atau dilayangkan kepada institusi DPR-nya. Kemudian, mengenai hak imunitas, anggota DPR tidak bisa seenaknya menggunakan hak ini sehingga mereka seakan kebal hukum. Tetap harus ada batasan terkait hak itu.

Pemerintah mendorong masyarakat yang keberatan dengan isi UU MD3 untuk mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, mekanisme untuk melakukan proses pengawasan produk legislasi ada di uji materi atau judicial review ke MK. “Itu bagusnya sistem ketatanegaraan kita, rakyat punya kesempatan menguji konstitusionalitas ayat-ayat di MD3. Kita dorong rakyat kita uji ke MK,” ujar Yasonna.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, seluruh pihak dapat melakukan kajian terhadap UU MD3, termasuk kepolisian, organisasi wartawan, bahkan masyarakat. Hal itu disampaikannya menanggapi rencana kajian yang akan dilakukan oleh Polri terhadap UU MD3 yang menyangkut kewenangan Polri. “Sekarang semua bisa mengkaji. PWI, AJI, maupun organisasi wartawan juga bisa mengkaji,” ujar Bambang di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa.

Secara khusus, terkait dengan tidak dilaksanakannya perintah panitia khusus oleh Polri untuk menghadirkan Miryam Haryani, Bambang menilai Kapolri Jenderal Tito Karnavian tak akan menolak pasal mengenai keterlibatan Polri dalam melakukan penjemputan paksa.

“Bukan menolak. Sedang dicari hukum acaranya. Nah, kemarin sudah disediakan, akan ada turunannya soal pelaksanaan dari UU ini,” ujar dia. Politikus Partai Golkar ini mengatakan, DPR tengah menyusun aturan turunan dari pelaksanaan UU MD3 agar Polri memiliki dasar melaksanakan pemanggilan paksa.

DPR juga siap dengan gugatan uji materi jika memang ada yang ingin merevisi pasal-pasal di UU MD3. “Ada mekanisme yang disediakan oleh UU juga, merevisi atau menyatakan ketidaksetujuan atas UU yang ada, yakni melalui MK. Nanti MK akan mengkaji apakah MD3 sudah sesuai dengan UUD 1945, semangat Pancasila,” kata dia.

Sebelumnya, Polri menyampaikan akan melakukan kajian terhadap UU MD3 yang menyangkut kewenangan Polri. Kajian ini dilakukan dengan melibatkan Divisi Hukum Polri serta mengundang para ahli lainnya. “Biasanya undang ahli pidana, ahli tata negara kita undang untuk sharing pengetahuan,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement