Kamis 08 Feb 2018 22:38 WIB

212 Pejawat Diusung Parpol di Pilkada, Ini Jawaban ICW

Calon pejawat memegang seluruh akses sumber ekonomi, fasilitas negara dan birokrasi

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bilal Ramadhan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mengatakan banyaknya calon kepala daerah dari kalangan pejawat yang didukung oleh parpol dan gabungan parpol membuktikan adanya sikap pragmaatis dari parpol itu sendiri. Parpol dan gabungan parpol berpeluang lebih mudah meraih kemenangan dengan mendukung para calon pejawat.

"Ada 212 pejawat yang diusung gabungan parpol. Kenapa kemudian pejawat didukung parpol? Sebab mereka yang memegang seluruh akses sumber-sumber baik ekonomi, fasilitas negara dan juga birokrasi," ujar Donal dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).

Karena bidang-bidang utama itu dikuasasi oleh pejawat, maka ini memudahkan mereka menang dalam kontestasi Pilkada. Selain itu, lanjut Donal, hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya dinasti politik di suatu daerah.

Menurut Donal, dinasti parpol di daerah biasanya menduduki jabatan di tingkatan kepengurusan DPC (kabupaten/kota). Mereka rata-rata menjadi ketua cabang atau pengurus cabang.

"Baik kepengurusan di DPW, DPD maupun DPC biasanya adalah pejawat atau pejabat setempat. Sementara itu, kepengurusan di tingkatan itu memiliki anggaran terbatas sehingga cara yang paling mudah adalah dengan memberikan mandat kepemimpinan kepada kepala daerah atau menguasai DPD daerah," tegas Donal.

Sebelumnya, Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin, mengatakan ada tiga bentuk penyelewengan yang berpotensi dilakukan oleh pejawat yang mencalonkan diri di Pilkada 2018. Data yang dihimpun oleh Perludem berdasarkan sumber resmi laman KPU dan perkembangan informasi di lapangan hingga 31 Januari, ada 212 petahana dalam bursa Pilkada 2018.

Jumlah tersebut terdiri dari enam gubernur, sembilan wakil gubernur, 34 walikota, 23 wakil walikota, 86 bupati dan 54 wakil bupati. Menurut Usep, pejawat tidak hanya identik dengan kepala daerah saja.

Pejawat, kata dia, bisa didefinisikan sebagai kepala daerah, sekretaris daerah, DPR, DPRD, kepala desa dan sebagainya. Calon-calon kepala daerah dari kalangan pejawat memiliki potensi tiga maca penyelewengan, yakni memanfaatkan anggaran, memanfaatkan fasilitas pemerintah dan pengerahan aparatur sipil negara (ASN).

"Tujuannya bisa untuk pemenangan atau kepentingan lain," ujar Usep dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement